PERJUANGAN
BANGSA INDONESIA DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN MELALUI PERANG
DAN DIPLOMASI
3.8
Menganalisis strategi dan bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan Belanda
4.8
Mengolah informasi tentang strategi dan bentuk perjuangan bangsa Indonesia
dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan Belanda
Kehadiran
pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945
sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika
NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan
Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini
karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan
pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati
kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata,
oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan meliputi perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi.
1. Perjuangan
Fisik (Perjuangan Bersenjata) Perjuangan fisik yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan meliputi.
A.
Pertempuran Surabaya
Pertempuran
Surabaya tidak lepas kaitannya dengan peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha
perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai tanggal 02
September 1945. Upaya perebutan kekuasaan dan senjata ini membangkitkan suatu
pergolakan, sehingga berubah menjadi situasi revolusi yang konfrontatif. Para
pemuda berhasil memiliki senjata dari para pemuka pemerintah menguasai pemuda,
yang keduanya siap menghadapi berbagai ancaman yang datang dari manapun.
Pada
tanggal 25 Oktober 1945 Brigadir 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S.
Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Brigadir ini merupakan
bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka
mendapat tugas melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu.
Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di mana perwira-perwiranya kebanyakan
orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman
perang. Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan Gubernur R.M.T.A
Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara wakil-wakil
pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan
kesepakatan sebagai berikut:
- ·
Inggris berjanji bahwa di antara tentara
mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda.
- ·
Kedua belah pihak akan bekerja sama untuk
menjamin keamanan dan ketenteraman.
- ·
Akan segera dibentuk “Kontact Bureau”
(kontrak biro) agar kerjasama dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
- ·
Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Kemudian
pihak RI memperkenankan tentara Inggris memasuki kota, dengan syarat hanya
objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki, seperti kamp-kamp
tawanan. Pihak Inggris juga menyatakan bahwa diantara tentara mereka tidak
terdapat tentara Belanda. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata pihak
Inggris mengingkari janjinya. Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam satu peleton
dari Field Security Section di bawah pimpinan kapten Shaw, melakukan
penyergapan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan Koloner Huyier, seorang
kolonel angkatan laut Belanda dan kawan-kawannya.
Tindakan
ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi perintah agar rakyat
Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad
untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan
senjata-senjata yang diramas dari Jepang. Pemerintah RI mananyakan perihal
tersebut kepada Mallaby. Akan tetapi Mallaby mengaku tidak mengetahui perihal
pamflet tersebut, tetapi ia berpendirian bahwa sekalipun sudah ada perjanjian
dengan pemerintah RI, ia akan melaksanakan segala tindakan dengan isis pamflet
tersebut. Sikap ini menghilangkan kepercayaan pemerintah RI twerhadapnya.
Pemerintah RI memerintahkan kepada para pemuda untuk siaga menghadapi segala
kemungkinan pihak Inggris mulai menyita kendaraan-kendaraan yang lewat.
Kontak
senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober
1945. Peristiwa meluas menjadi serangan umum terhadap kedudukan Inggris di
seluruh kota selama dua hari, dan pertempuran seru terjadi dibeberapa sektor,
serta tank-tank mereka berhasil dilumpuhkan. Pada tanggal 29 Oktober 1945,
beberapa objek vitas dapat direbut kembali oleh pemuda. Untuk menyelamatkan
pasukannya dari bahaya kehancuran total, pihak Inggris menghubungi Presiden
Soekarno, dan meminta presiden untuk memerintahkan pihak Indonesia menghentikan
serangan. Pada keesokan harinya, tanggap 29 Oktober 1945 pukul 11.30, Presiden
Soekarno bersama-sama dengan Mayor Jenderal D.C Hawtorn tiba di Surabaya.
Presiden
Soekarno didampingi oleh wakil presiden Drs. Moh. Hatta dan Mentri Penerangan
Amir Syarifuddin segera berunding dengan Mallaby. Perundingan menghasilkan
keputusan menghentikan kontak senjata. Perundingan dilanjutkan pada malam hari
antara Presiden Soekarno, wakil presiden RI di Surabaya, wakil pemuda, dan
pihak Inggris yang didampingi oleh Jenderal Howtorn. Perundingan yang
dilaksanakan tersebut didapat suatu kesepakatan yaitu eksistensi RI diakuai
oleh Inggris dan cara-cara menghindari bentrokan sebjata diatur sebagai
berikut:
- ·
Surat-surat selebaran yang ditandatangani
oleh Mayor Jenderal D.C Howtorn dinyatakan tidak berlaku.
- ·
Inggris mengakui eksistensi TKR dari polisi.
- ·
Pasukan Inggris hanya bertugas menjaga
kamp-kamp tawanan, dan penjagaan dilakukan bersama TKR.
- ·
Untuk sementara waktu Tanjung Perak dijaga
oleh TKR, polisi, dan tentara Inggris guna menyelesaikan tugas menerima
obat-obatan untuk tawanan perang.
Sementara
itu, dibeberapa tempat masih terjadi pertempuran, sekalipun sudah diumumkan
gencatan senjata. Oleh karena itu, anggota dari Kontak Biro dari kedua belah
pihak mendatangi tenpat-tempat tersebut dengan maksud menghentikan pertempuran.
Pada pukul 17.00 WIB pada tanggal 30 Oktober, seluruh anggota Kontak Biro pergi
bersama-sama menuju beberapa tempat. Tempat terakhir yaitu di gedung Bank
International di Jembatan Merah. Gedung ini masih diduduki oleh pasukan
Inggris, dan pemuda-pemuda masih mengepungnya. Setibanya di tempat tersebut
terjadi insiden yaitu pemuda-pemuda menuntut agat pasukan Mallaby menyerah, dan
Mallaby tidak dapat menerima tuntutan tersebut. Tiba-tiba terdengar tembakan
gencar dari dalam gedung yang dilakukan oleh pasukan Inggris. Pemuda-pemuda
membalas serangan tersebut, dan di tengah-tengah keributan dan kekacauan
tersebut pada anggota Kontak Biro mencari perlindungan sendiri-sendiri. Mallaby
menjadi sasaran para pemuda, dia ditusuk dengan bayonet dan bambu runcing.
Pengawal-pengawal melarikan diri dan Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya
Mallaby, pihak Inggris menuntut pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya.
Pada
tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby
mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu
isinya agar seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan
diri dengan senjatanya, mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan di atas
kepala berbaris satu-satu. Jika pada pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan
maka Inggris akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, laut dan udara. Ultimatum
ini dirasakan sebagai penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh
karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui
pernyataan Gubernur Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah
pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang
dipancarkan dari Jl. Mawar No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek
Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan
Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri
sebanyak 10.000 – 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang
penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam
pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik
dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR maupun TKR
laut di bawah Komandan Pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung
sampai akhir November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota
Surabaya dari gempuran Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari pihak
Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia
memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai penghargaan atas jasa para pahlawan
di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia dari kekuasaan asing.
B.
Pertempuran
Ambarawa
Kedatangan
Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir lenderal
Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan
perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai
para bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di
Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945
Presiden Soekarno dan Brigadir Jendral Bethel mengadakan perundingan gencatan
senjata.
Pada
tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa dengan
naungan pesawat P-51 Mustang. Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu
Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan meletuslah pertempuran
Ambarawa, karena penarikan pasukan sekutu juga diikuti dengan bumi hangus
desa-desa yang dilaluinya. Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan
Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan
Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa ini
gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya
Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman,
Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir
komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh.
Pada saat itu pasukan Sekutu sudah terjepit dan bertahan disebuah benteng kuno
Fort Willem I, sedangkan pasukan TKR terus bertambah dengan kedatangannya
laskar-laskar dan pasukan lain, seperti Laskar Hasbullah, Laskar Banteng,
Barisan Pelopor, Soereng Koeresno, Soereng Koeren Tai, Laskar Rakyat Mlati dan
Laskar Rakyat Sleman.
Tanggal
11 Desember 1945, Soedirman mengumpulkan pimpinan pasukan-pasukan tersebut
untuk membicarakan taktik serangan pamungkas. Taktik yang dipakai adalah
penjepitan dari dua arah atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebagai “Taktik
Supit Urang” (Taktik Capit Udang). Penyerangan akan difokuskan di Magelang dan
Ambarawa, dan menutup semua akses kecuali ke Semarang. Pasukan TKR divisi V
dari Purwokerto akan bergerak menyerang Magelang dibantu TKR dan laskar dari
Yogyakarta dari arah berbeda. Serangan ini untuk menutup akses dari Ambarawa
menuju Yogyakarta.
Sementara
itu, TKR dari daerah Pati dan Kedu akan bergerak mengamankan akses Ambarawa –
Semarang, sedangkan dari arah Timur pasukan TKR Salatiga dan TKR laskar dari
Surakarta bergerak menuju Ambarawa untuk menutup akses Ambarawa – Surakarta.
Pemutusan akses tersebut juga untuk menutup bantuan logistik dan pasukan Sekutu
dari kota-kota tersebut. Serangan serentak tersebut direncanakan pada subuh
tanggal 12 Desember dengan dipimpin langsung oleh Kolonel Soedirman. Usai
sholat subuh rentetan tembakan mitraliur menggema tiada henti. Setelah beberapa
waktu datang kabar pasukan TKR dari Pati dan Kendal berhasil mengamankan
Semarang- Ambarawa. Namun, tidak demikian dengan pertempuran di dalam kota,
terutama di sekitar benteng Fort Willem I yang menjadi basis utama pasukan
Sekutu.
Pada
tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang bertahan di
benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4
malam kota Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15
Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
C.
Pertempuran
Medan Area dan Sekitarnya
erita
Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal
ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita
tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur
Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik
Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah
itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut
membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan
Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para
bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di
beberapa tempat.
Achmad
Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR
Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur
terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18
Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda
Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu
dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang
bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan.
Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang
dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu
melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan
pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak
pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke
Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat
Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.
Daerah-daerah
sekitar Medan juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan
Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November
1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan
Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk
menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan
peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang
Aceh semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku
Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan
demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama pemerintah membela dan
mempertahankan kemerdekaan.
D.
Pertempuran Padang dan Sekitarnya
Di
Pelabuhan Teluk Bayur pasukan Inggris mendarat dibawah pimpinan Brigadier
Hutchinson, dua hari kemudian 13 Oktober 1945 ia mengadakan pertemuan dengan
Pemerintah RI Sumatra Barat. Tujuannya sama seperti Sekutu yang datang didaerah
lain, mereka juga ingin meminjam kantor residen yang akan digunakan sebagai
kantornya. Indonesia yang masih mencari pengakuan dari negara lain menafsirkan
bahwa permintaan tersebut adalah pengakuan de facto dari Inggris untuk
Indonesia. Lagi-lagi Inggris tidak dapat memegang perjanjian tersebut, buktinya
banyak rumah rakyat yang di obrak-abrik hanya untuk mencari senjata. Pasukan
Belandapun mendapat perlindungan dari Inggris hingga Belanda berani melakukan
langkah-langkah, salah satunya adalah memukuli seorang kepala sekolah, hal ini
adalah pemicu serangan yang dilakukan tanggal 17 November 1945. Insiden
bertambah luas yang terjadi pada 5 Desember 1945, apalagi hal tersebut dengan
terbunuhnya beberapa anggota Inggris, sehingga Inggris melakukan serentetan
balasan pada TKR yang juga menyebabkan beberapa anggotanya tewas.
Pertempuran
yang besar terjadi pada tanggal 21 Februari 1946, akhirnya mereka dapat
menghancurkan pos pertahanan Inggris dan membongkar gudang senjata. Tapi
setelah itu, Inggris membalasnya pada tanggal 14 Juni 1946 dengan menyerang
Batu Busuak, TRI pun juga melancarkan serangan terhadap kedudukan Inggris 7-9
Juli 1946 dan akhirnya Inggrispun meninggalkan Simpang Haru yang merupakan
tempat penyerangan selama tiga hari tersebut.Serangan masih tetap berlanjut dan
mereka masih tetap bertahan meskipun tujuan utama mereka telah terlaksan, hal
itu karena Inggris menunggu kesiapan Belanda untuk mengambil alih kedudukan
mereka. 28 November 1946 merupakan serah terima pasukan Inggris dengan Belanda
dan esok harinya Inggrispun meningglakan Padang.
E.
Pertempuran
Bandung Lautan Api
Pristiwa
Bandung Lautan Api merupakan kisah nyata heroik yang dilakukan oleh tentara
republik Indonesia (TRI) bekerja sama dengan para pemuda pejuang kota Kembang
demi mempertahankan wilayah mereka dari masuknya kembali Belanda yang
berkomplot dengan tentara Sekutu. Pada tanggal 12 Oktober 1945 di bawah
pimpinan Brigadir Mac Donald pasukan Inggris tiba di Bandung. Sejak awal hubungan
antara mereka dengan Pemerintah RI sudah bersitegang, orang-orang Belandapun
yang baru di bebaskan sudah memperlihatkan sikap yang tidak baik. Akibatnya,
bentrokan bersenjatapun tidak dapat diingkari lagi. Tanggal 24 November 1945
TKR dan badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap kedudukan
Inggris, tiga hari kemudian Mac Donald menyampaikan ultimatum agar para
penduduk mengosongkan Bandung Utara. Jawaban dari ultimatum tersebut adalah
berdirinya pos-pos gerilya di berbagai tempat, sehingga selama bulan Desember
terjadi beberapa pertempuran. Inggris masih tetap berusaha merebut apa yang
dimiliki bangsa Indonesia, pertempuran juga terjadi ketika Inggris ingin
membebaskan interniran Belanda dari kamp-kamp interniran.
Selama
berlangsungnya pertempuran, banyak serdadu India yang menjadi bagian Inggris,
melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Indonesia. Pihak Inggris
akhirnya meminta kepada panglima devisi tiga agar pasuka India tersebut
diserahkan kepada mereka. Kegagalan bangsa Indonesia dalam melakukan serangan
maupun penyelesaian menyebabkan Inggris bermain di tingkat atas. Tanggal 23
Maret 1946 mereka memberikan ultimatum kepada Perdana Menteri Sutan Sjahrir
agar bangsa Indonesia meningglkan Bandung, tetapi hal itu ditolak secara tegas
karena hal tersebut dirasa tidak mungkin. 23 Maret 1946 dengan alasan untuk
menyelamatkan TRI dari kehancuran, Sjahrir mendesak Nasution agar ultimatum
tersebut dipenuhi, karena dirasa TRI belum mampu menghadapi pasukan Inggris.
Akhirnya sekali lagi Nasution menghubungi Inggris agar batas waktu tersebut
diperpanjang tetapi hasilnya Inggris tetap menolak dan sebaliknya Nasutionpun
juga menolak tawaran Inggris untuk meminjamkan truk untuk mengangkut pasukan
Indonesia.
Pertemuan
antara Nasution dan para komandan TRI, para pemimpin laskar dan aparat
pemerintahan mencapai kesepakatan yaitu akan membumi hanguskan Bandung sebelum
tempat itu ditinggalkan. Akhirnya tempat pertama yang dibumi hsnguskan adalah
Bank Rakyat, dan dilanjutkan di tempat penting lainya. Selain itu anggota TRI
juga membakar asrama mereka sendiri, akhirnya 24 Maret 1946 semua orang
meninggalkan Bandung yang saat itu sudah menjadi lautan api.
2. Perjuangan Diplomasi
(Perundingan) Perjuangan diplomasi (perundingan) yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan adalah sebagai berikut:
A. Perundingan Hooge Veluwe
Sebelum
diadakan perjanjian antara Belanda dengan Republik Indonesia di Belanda.
Sebelumnya telah ada dialog antara keduanya yang dilaksanakan di Jakarta pada
tanggal 10 Februari – 12 Maret 1946. Dalam perundingan ini pihak Indonesia yang
diwakilkan oleh Sutan Syahrir berhasil mencapai titik perundingan dengan
diakuinya kedaulatan Republik Indonesia secara de facto terdiri dari
Jawa dan Sumatra oleh Belanda dengan wakilnya Van Mook disertai penengah dari
Inggris A. Clark Kerr dan Lord Killearn. Namun perundingan ini mengalami
permasalahan di tingkat pejabat Belanda di Den Haag, pejabat di Den Haag
cenderung mengabaikan hasil perundingan yang diadakan di Jakarta ini.
Usaha
untuk terus mencapai kedaulatan telah diupacayakan oleh pemerintah Republik
Indonesia. Pemerintah Indonesia mengirim perwakilannya untuk berunding dengan
pemerintah Belanda di Den Haag agar Belanda segera mengakui kedaulatan Republik
Indonesia. Dalam perundingan ini wakil-wakil Indonesia diwakilkan oleh; Mr.
Soewandi (menteri kehakiman), Dr Soedarsono (ayah MenHanKam Juwono Soedarsono
yang saat itu menjabat menteri dalam negeri), dan Mr Abdul Karim Pringgodigdo
dan dipihak Belanda yang dimpimpin langsung Perdana menteri Schermerhorn. Dalam
delegasi ini terdapat Dr Drees (menteri sosial), J.Logeman (menteri urusan
seberang), J.H.van Roijen (menteri luar negeri) dan Dr van Mook (selaku letnan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda).
Perundingan
dilaksanakan di Hooge Veluwe pada tanggal 14-24 April 1946 dan berlangsung
sangat alot sebab delegasi Belanda ini mengabaikan perundingan yang telah
disepakati sebelumnya di Jakarta. Perundingan Hooge Veluwe membahas pokok
permasalahan adalah sebagai berikut:
·
Substansi konsep perjanjian atau protokol
sebagai bentuk kesepakatan penyelesaian persengketaan yang akan dihasilkan
nantinya oleh perundingan Hoge Veluwe,
·
Pengertian yang diajukan dalam konsep
protokol Belanda seperti Persemakmuran (Gemeenebest); negara merdeka
(Vrij-staat),
·
Pengertian struktur negara berdasarkan
federasi,
·
Pengertian mengenai batas wilayah
kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi pulau Jawa.
·
Pihak Belanda terus bersikeras untuk menolak
hasil perundingan sebelumnya di Jakarta (Van Mook – Syahrir) dengan alasan
pemerintah Belanda saat itu karena untuk dapat menerima hasil perundingan di
Indonesia, Undang-undang Dasar Belanda harus berubah dahulu. Ini akan makan
waktu lama. Padahal Belanda sedang menghadapi pemilihan umum yang tidak
beberapa lama lagi akan berlangsung.
B. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian
Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat
Cirebon. Perjanjian tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat
Inggris. Pada tanggal 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan
wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang
berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam
perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan
akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn.
Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:
·
Gencatan senjata diadakan atas dasar
kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta
Indonesia.
·
Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan
Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
·
Hasil Perundingan Linggarjati ditandatangani
pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka)
Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
·
Belanda mengakui secara de facto Republik
Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
·
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama
dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik
Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
·
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda
akan membentuk Uni Indonesia – Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian
Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat
tentangan dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan
anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya
adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap
ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri
apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Akhirnya,
KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Februari 1947,
bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal
25 Maret 1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia
menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari segi politik intemasional
kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena
pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa negara-negara Arab telah
memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia
Persetujuan
itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan
dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I
pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan
oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan
tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional semakin bertambah kuat.
Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Dr.
Sumitro Djojohadikusumo.
Kehadiran
utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan
Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim
komisi jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara.
Indonesia mengusulkan Australia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara
yang diusulkan itu menunjuk Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C.
Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari
Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan
Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini menjadi perantara dalam perundingan
berikutnya.
C.
Agresi Militer 1
Operatie
Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia
dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan
Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai
5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang
diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas
Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini
dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
Agresi
militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat
perbedaan penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak
Belanda cenderung menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan
Belanda sebagai negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh
mempertahankan kedaulatannya terlepas dari Belanda.
Adapun
tujuan Belanda mengadakan agresi militer I yaitu sebagai berikut:
·
Tujuan politik Mengepung ibu kota Republik
Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik Indonesia.
·
Tujuan ekonomi. Merebut pusat-pusat
penghasil makanan dan bahan ekspor.
·
Tujuan militer Menghancurkan Tentara
Nasional Indonesia (TNI).
Agresi
Militer Belanda I direncanakan oleh H.J. van Mook. Van Mook berencana
mendirikan negara boneka dan ingin mengenbalikan kekuasaan Belanda atas wilayah
Indonesia. Untuk mencapai tujuan iitu, pihak Belanda tidak mengakui Perundingan
Linggarjati, bahkan merobek-robek kertas persetujuan itu. Selanjutnya pada
tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan aksi militer yang pertama dengan
menyerang daerah-daerah Republik Indonesia di Pulau Jawa dan Sumatra.
Pasukan
TNI belum siap menghadang serangan yang datangna secara tiba-tiba itu. Serangan
tersebut mengakibatkan pasukan TNI terpencar-pencar. Dalam keadaan seperti itu,
pasukan TNI berusaha untuk membangun daerah pertahanan baru. Pasukan TNI
kemudian melancarkan taktik perang gerilya, ruang gerak untuk menghadapi
pasukan Belanda. Dengan taktik perang gerilya, ruang gerak pasukan Belanda
berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota besar dan jalan
raya, sedangkan di luar kota, kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.
Agresi Militer Belanda I
ternyata menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia Internasional. Pada tanggal
30 Juli 1947. Permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam
daftar acara Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan
PBB memerintah penghentian permusuhan antara kedua belah pihak. Gencatan
senjata mulai berlaku tanggal 4 Agustus 1947. Guna mengawasi pelaksanaan
gencatan senjata, dibentuk Komisi Konsuler yang anggotanya terdiri atas konsul
jenderal yang ada di Indonesia. Komisi Konsuler yang dikuasi oleh Konsuler
Jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan anggotanya Konsul Jenderal
Cina, Prancis, Australia, Belgia dan Inggris.
Komisi Konsuler itu
diperkuat dengan militer Amerika Serikat dan Prancis, yaitu sebagai peninjau
militer. Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan
bahwa antara tanggal 30 Juli 1947 – 4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih
mengadakan gerakan militer. Pemerintah Indonesia menolak garis demarkasi yang
dituntut oleh pemerintah Belanda berdasarkan kemajuan pasukannya setelah
perintah gencatan senjata. Namun penghentian tembak-menembak telah
dimusyawarahkan, meski belum menemukan tindakan yang dapat mengurangi jatuhnya
korban jiwa.
D. Perjanjian Renville
Perjanjian
Renville diambil dari nama sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang
dipakai sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pihak
Belanda, dan KTN sebagai perantaranya. Dalam perundingan itu, delegasi
Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak Belanda
menempatkan seorang Indonesia yang bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai
ketua delegasinya. Penempatan Abdulkadir Wijoyoatmojo ini merupakan siasat
pihak Belanda dengan menyatakan bahwa pertikaian yang terjadi antara Indonesia
dengan Belanda merupakan masalah dalam negeri Indonesia dan bukan menjadi
masalah intemasional yang perlu adanya campur tangan negara lain.
Setelah
melalui perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17
Juni 1948 maka diperoleh persetujuan Renville. Isi perjanjian Renville, antara
lain sebagai berikut:
·
Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah
Indonesia sampai dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
·
Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat
menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah federal.
·
RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan
Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
·
Republik Indonesia merupakan bagian dari
RIS.
·
Kerugian-kerugian yang diderita bangsa
Indonesia dari perjanjian Renville adalah sebagai berikut:
·
Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya
Negara Indonesia serikat melalui masa peralihan.
·
Indonesia kehilangan sebagian daerahnya
karena garis Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
·
Pihak republik harus menarik seluruh
pasukannya yang ada di daerah kekuasaan Belanda dan dari kantong-kantong
gerilya masuk daerah RI.
·
Wilayah RI menjadi semakin sempit dan
dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda.
·
Terjadi Hijrah TNI ke pusat pemerintahan di
Yogyakarta.
·
Terjadinya pemberontakan DI/TII.
·
Terjadinya pemberontakan PKI di Madiun 1948.
·
Jatuhnya kabinet Amir Syarifudin diganti
dengan Moh.Hatta.
E.
Agresi Militer II
Pada
18 Desember 1948, Belanda di bawah pimpinan Dr. Bell mengumumkan bahwa Belanda
tidak terikat lagi oleh Persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 Belanda
mengadakan Agresi Militer II ke ibu kota Yogyakarta. Dalam agresi itu Belanda
dapat menguasai Yogyakarta. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta
ditawan dan diasingkan ke Pulau Bangka. Beliau lalu mengirimkan mandat lewat
radio kepada Mr. Syaffruddin Prawiranegara, isinya agar membentuk Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI), di Bukit Tinggi Sumatra Barat.
Pada 1 Maret 1949 Brigadir X mengadakan serangan umum ke Yogyakarta. Penyerangan ini dipimpin Letkol. Soeharto. Serangan ini memakai sandi “Janur Kuning”. Serangan ini dikenal juga dengan “Serangan Umum 1 Maret”. Dalam penyerangan ini Tentara Republik Indonesia dalam serangan ini berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama 6 jam.
Pada 1 Maret 1949 Brigadir X mengadakan serangan umum ke Yogyakarta. Penyerangan ini dipimpin Letkol. Soeharto. Serangan ini memakai sandi “Janur Kuning”. Serangan ini dikenal juga dengan “Serangan Umum 1 Maret”. Dalam penyerangan ini Tentara Republik Indonesia dalam serangan ini berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama 6 jam.
F.
Perjanjian
Roem-Royen
Perjanjian
ini merupakan perjanjian pendahuluan sebelum KMB. Salah satu kesepakatan yang
dicapai adalah Indonesia bersedia menghadiri KMB yang akan dilaksanakan di Den
Haag negeri Belanda. Untuk menghadapi KMB dilaksanakan konferensi inter
Indonesia yang bertujuan untuk mengadakan pembicaraan antara badan
permusyawaratan federal (BFO/Bijenkomst Voor Federal Overleg) dengan
RI agar tercapai kesepakatan mendasar dalam menghadapi KMB. Komisi PBB yang
menangani Indonesia digantikan UNCI. UNCI berhasil membawa Indonesia-Belanda ke
meja Perjanjian pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan persetujuan Belanda
dari Indonesia yaitu:
·
Menyetujui kembalinya pemerintah RI ke
Yogyakarta.
·
Menghentikan gerakan militer dan membebaskan
para tahanan republik.
·
Menyetujui kedaulatan RI sebagai bagian dari
Negara Indonesia Serikat.
·
Menyelenggarakan KMB segera sesudah
pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta.
·
Persetujuan Indonesia dari Belanda meliputi
sebagai berikut:
·
Pemerintah Republik Indonesia akan
mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
·
Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian
dan menjaga ketertiban dan keamanan Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian
dan menjaga ketertiban dan keamanan.
·
Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan
maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada
Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
·
Peristiwa-peristiwa penting realisasi
Roem-Royen Statement adalah sebagai berikut:
·
Penarikan tentara Belanda secara bertahap
dari Yogyakarta dari 24 Juni sampai 29 Juni 1949.
·
Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta tanggal
1 Juli 1949.
·
Presiden,wakil presiden dan para pejabat
tinggi Negara kembali ke Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949.
·
Jendral Sudirman kembali ke Yogyakarta
tanggal 10 Juli 1949.
G.
Konferensi
Inter Indonesia
Konferensi
Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik
Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang
tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter
Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin
oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta. Karena simpati dari negara-negara BFO
ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah
yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal
itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia.
Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan
Indonesia. Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan
teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan
kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Konferensi
Inter-Indonesia penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda
dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta.
Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli
1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi
Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949.
Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid (Ketua BFO).
Pembicaraan
dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalah
pembentukan RIS, antara lain:
·
Masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,
·
Kerja sama antara RIS dan Belanda dalam
Perserikatan Uni.
·
Sedangkan hasil Konferensi Inter-Indonesia
adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.
·
Negara Indonesia Serikat disetujui dengan
nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme
(serikat).
·
RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden
dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
·
RIS akan menerima penyerahan kedaulatan,
baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.
·
Angkatan perang RIS adalah angkatan perang
nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
·
Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah
semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk
oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan
Belanda lainnya.
·
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di
selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan keputusan sebagai berikut:
·
Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
·
Lagu kebangsaan Indonesia Raya
·
Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
·
Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO.
H. Konferensi Meja Bundar
Konferensi
Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen. Sebelum
KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan
Federal). Konferensi Meja Bundar dilatarbelakangi oleh usaha untuk meredam
kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir
dengan kegagalan. Belanda mendapat
kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan
beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,
lewat perundingan
Linggarjati, perjanjian
Renville, perjanjian
Roem-van Roiyen, dan Konferensi Meja Bundar.
Realisasi
dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi tersebut berlangsung selama 23 Agustus
sampai 2 November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi Indonesia, BFO,
Belanda, dan UNCI. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi
BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh
J. H Van Maarseveen. Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R.
Heremas dan Marle Cochran. Hasil dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut:
·
Belanda menyerahkan dan mengakui kedaulatan
Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali
·
Indonesia akan berbentuk Negara serikat
(RIS) dan merupakan uni dengan Belanda.
·
RIS mengembalikan hak milik Belanda dan
memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
·
RIS harus menanggung semua hutang Belanda
yang dibuat sejak tahun 1942.
·
Status karisidenan Irian akan diselesaikan
dalam waktu 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan RIS.
·
Makna dari Persetujuan KMB yaitu merupakan
babak baru dalam perjuangan sejarah Indonesia. Meskipun merupakan Negara
serikat tetapi wilayahnya hampir mencakup seluruh Indonesia. Eksistensi
pemerintah RI di mata dunia internasional makin kuat.
·
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh
perwakilan dari Indonesia, Belanda, danperwakilan badan yang mengurusi sengketa
antara Indonesia-Belanda. Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB;
·
Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr.
Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
·
BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
·
Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
·
UNCI diwakili oleh Chritchley.
·
Setelah melakukan perundingan cukup lama,
maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Hasil dari KMB adalah sebagai
berikut:
·
Belanda mengakui RIS sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat.
·
Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya
tanggal 30 Desember 1949.
·
Masalah Irian Barat akan diadakan
perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
·
Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan
diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
·
Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari
Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
·
Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin
ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan
dengan catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam
kesatuan TNI.
·
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak
yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil
dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh
Indonesia.
·
Pelaksanan KMB dapat memberikan dampak bagi
beberapa pihak. Dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia adalah
sebagai berikut:
·
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
·
Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan
pembangunan segera dapat dimulai.
·
Irian Barat belum bisa diserahkan kepada
Republik Indonesia Serikat.
·
Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan
cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain
dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya
Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha
untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang
diakui oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam
puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara
resmi mengakui bahwa kemerdeekaan de facto Indonesia bermula pada 17
Agustus 1945. Dalam sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben
Bot mengungkapkan “penyesalan sedalam-dalamnya atas semua
penderitaan” yang dialami rakyat Indonesia selama empat tahun Revolusi
Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf. Reaksi
Indonesia kepada posisi Belanda umumnya positif; menteri luar negeri Indonesia
Hassan Wirayuda mengatakan bahwa, setelah pengakuan ini, “akan lebih mudah
untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara dua negara”. Tekait utang
Hindia-Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar gulden dalam
kurun waktu 1950-1956 namun kemudian memutuskan untuk tidak membayar sisanya.
SUMBER :
https://www.google.com/search?q=perjuangan+bangsa+indonesia+dalam+ mempertahankan+kemerdekaan&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj_
hv6hmI7NAhXJGpQKHW5fCGIQ_AUIBygB#imgrc=8uf9VYG6UY_ehM%3A
https://www.google.com/search?q=perjuangan+bangsa+indonesia+dalam +mempertahankan+kemerdekaan&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj_hv6h
mI7NAhXJGpQKHW5fCGIQ_AUIBygB#tbm=isch&q=p
Mardikaningsih &
Sumaryanto. 2013. Sejarah untuk Kelas XII SMA dan MA Program IPS. Solo:
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Poesponegoro, M.D. &
Notosusanto, N. 2008. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Edisi Khusus Hari Pahlawan
Tempo Bung Tomo: Soerabaja di tahun 45. Majalah Berita Mingguan. 2015.
ISBN 3126-14293.
Kisah-Kisah Heroik Penjaga
NKRI. Demi Harga Diri Bangsa kuserahkan Jiwa Ragaku. Jakarta: Kompas Media
Nusantara. ISBN
979-709-404-1
0 komentar:
Posting Komentar