Selasa, 14 Januari 2020

MATERI SEJARAH INDONESIA KD 3.7 4.7 KURIKULUM 2013 REVISI 2018 MENGANALISA PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA DAN MAKNANYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL, BUDAYA, EKONOMI, POLITIK BANGSA INDONESIA


MENGANALISA PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA DAN MAKNANYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL, BUDAYA, EKONOMI, POLITIK BANGSA INDONESIA
3.7 Menganalisis peristiwa proklamasi kemerdekaan dan pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia, serta maknanya bagi kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan pendidikan bangsa Indonesia
4.7 Menalar peristiwa proklamasi kemerdekaan dan pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia, serta maknanya bagi kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan pendidikan bangsa Indonesia

A. Menganalisa peristiwa Proklamasi





Peristiwa Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak sertamerta terjadi begitu saja, ada peran berbagai pihak yang membantu dan mendorong peristiwa proklamasi kemerdekaan itu terjadi.
Peristiwa Rengasdengklok meruapakan salah satu peristiwa yang tidak dapat terpisahkan dari lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 16 agustus 1945 pukul 03:00 W.I.B, beberapa tokoh pemuda menculik Soekarno dan Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok (Karawang – Jawa Barat), adapun beberapa tokoh pemuda tersebut diantaranya adalah Soekarni, Aidit, Wikana dan Chaerul Saleh yang meruapakn bagian dari perkumpulan “Menteng 31”, para pemuda mendesak agak Soekarno dan Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, karena menurut para pemuda saat itu adalah saat-sat yang tepat karena pada waktu itu Jepang  kalah dalam perang Pasifik setelah Hirosima dan Nagasaki di Bom Atom oleh pihak Amerika, dan pada tanggal 15 agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Bungkarno sebagai perwakilan dari golongan tua bersikukuh untuk menunggu ijin dari Jepang dan proklamasi kemerdekaan melalui PPKI sedangkan para kaum muda sudah tidak sabar lagi untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu PPKI, karena kaum muda berkeyakinan bahwa Jepang pasti akan mengulur-ngulur waktu lagi kepada Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada waktu itu di Jakarta golongan muda berniat untuk mengambil alih kekuasaan, namun rencana itu tidak berhasil karena sebagian dari tentara PETA tidak setuju dan menentang rencana kudeta tersebut, akhirnya jalan diskusi dengan golongan tuapun di ambil oleh golongan muda.
Setelah diskusi panjang di Rengasdengklok tepatnya di rumah kediaman Djiaw Kie Siong yang merupakan seorang Tionghoa di Rengas Dengklok, akhirnya disetujuilah bahwa besok akan diproklamirkan kemerdekaan Indonesia, dan keesokan harinya Kunto dan Mr.Achmad Soebardjo menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati (Istri Soekarno), dan Guntur (anak Soekarnao) dari Rengas Dengklok ke Jakarta untuk persiapan proklamasi Kemerdekaan, benderapun disiapkan dan dijahit oleh Fatmawati dengan bahan seadanya yang hingga saat ini disebut sebagai bendera pusaka dan tepat tengah malam menjelang 17 Agustus 1945 seluruh rombongan tiba di Jakarta, Pada awalnya rombongan akan berkumpul di Hotel Indonesia namun karena waktu sudah larut dan suasana waktu itu begitu mencekam akhirnya Mr.Achmad Soebarjo dan romobongan  melanjutkan perjalanan menuju kediaman Laksamana Maeda dan disanalah mereka mulai merumuskan teks proklamasi, saat itu naskah proklamasi yang di tulis tangan oleh Soekarno di ketik ulang oleh Muhamad Ibnu Sayuti atau yang biasa kita sebut Sayuti Melik.
Keesokan paginya proklamasi kemerdekaan yang semula akan diadakan di lapangan IKADA berubah tempat ke kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no.56 karena tentara Jepang sudah banyak yang berjaga-jaga di lapangan IKADA, dan tepat pada pukul 10.00 W.I.B, dengan kesederhanaan Soekarno pun memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan bendera yang telah di jahit Fatmawati itupun dikibarkan, momentum di tengah bulah puasa pada hari jum’at tanggal 17 agustus 1945 itu memberikan kesan tersendiri dalam sejarah bangsa Indonesia, banyak hikmah atas kejadian tersebut, gendering semangat semakin terpatri di hati rakyat Indonesia pada saat itu, walau kabar proklamasi ini belum menyebar keseluruh pelosok negeri pada hari itu namun lambat laun seluruh bagian dari negeri ini mengetahui informasi atas proklamasi tersebut, dan peran serta Radio Republik Indonesia (RRI) untuk menginformasikan berita proklamasi keseluruh pelosok negeri menjadi sangat penting pada saat itu, tentunya dengan segala keterbatasan tekhnologi yang ada pada saat itu menyampaikan berita keseluruh pelosok Indonesia bukanlah satu hal yang mudah.
Banyak makna yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut dan juga bisa kita analisa, benar bahwa proklamasi kemerdekaan ini membawa angina segar bagi bangsa ini, dan analisa inti pada proses Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 agustus 1945 diantaranya adalah:
a)    Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 merupakan momentum besar bangsa ini, proklamasi kemerdekaan ini merupakan tonggak dasar pernyataan Indonesia secara defakto maupun de jure.
b)    Soekarno dan Hatta menandatangani tek’s proklamasi dengan mengatasnamakan bangsa Indonesia, atas dasar keputusan bersama para perumus teks proklamasi.
c)      Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 terjadi akibat dukungan dari segenap pihak, baik dari golongan muda maupun golongan tua walaupun sebelumnya mash berbeda pendapat tapi dengan terjadinya kisah diskusi antara perwakilan  golongan mud dan golongan tua maka disepakatilah bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan pada 17 agustus 1945.
d)     Peranserta pemuda Indonesia sangatlah besar dalam perencanaan dan pelaksanaan serta dukungan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia, walaupun dengan cara menculik tokoh golongan tua namun hal itu dilakukan demi mendukung tercapainya cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk merdeka.
e)     Makna yang tersirat dari kejadian Rengasdengklok dan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diantaranya adalah, bahwa bangsa ini harus memiliki kebersamaan untuk menjadi lebih kuat dan lebih besar, yang tua maupun yang muda harus saling berpegangan tangan guna kepentingan bangsa dan negara, yang tua mengayomi dan yang muda menghormati.
f)     Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak akan pernah terjadi apabila tidak ada keinginan, keberanian dan tidak ada peran serta Tuhan, oleh karena itu didalam pembukaan undang-undang Dasar 1945 disebutkan “Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur”
g)     Proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan dalam keadaan yang serba terbatas dan penuh dengan kesederhanaan, Proklamasi di laksanakan pada saat suasana masih belum stabil, sehingga pelaksanaan Proklamasi dilaksanakan dengan penuh resiko.
h)     Pelaksanaan Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan pada 17 agustus 1945 memberikan dampak positif pada berbagai bidang kehidupan bangsa Indonesia.
Hikmah yang besar bagi bangsa ini atas lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 terjadi di tengah umat muslim Indonesia yang pada waktu itu sedang melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan, kebahagiaan ramadhan terasa makin bertambah bagi umat muslim di Indonesia pada saat itu.

B. Makna Proklamasi Terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia
Proklamasi kemerdekaan Indonesia bukan sekedar ikrar namun lebih dari itu, banyak sekali pengaruh proklamasi kemerdekaan terhadap kehidupan bangsa Indonesia pada saat itu, adapaun makna proklamasi kemerdekaan Indonesia terhadap kehidupan bangsa Indonesia diantaranya adalah:
1. Makna Kemerdekaan terhadap kehidupan sosial
Dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menggambarkan bahwa kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada saat itu mampu terintegrasi dengan baik, mewujudkan totalitas nilai, tata sosial, dan tata laku masyarakat Indonesia yang mampu merealisasikan falsafah hidup Pancasila, dengan asas yang melandasi polafikir, prilaku, proses dan struktur sosial Indonesia.
Proklmasi Kemerdekaan Indonesia merupakan wujud total dari keinginan bangsa Indonesia yang berpola dan bisa diperinci menurut fungsi-fungsi dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat yaitu kebutuhan untuk merdeka. Maka pada saat itu Proklamasi Kemerdekaan menjadi pola pikir, pola tindak dan fungsi sistem sosial dan merupakan institusi sosial, yaitu suatu sistem yang menunjukkan bahwa peranan sosial dan norma-norma saling berkait, yang telah disusun guna memuaskan suatu kehendak atau fungsi sosial, hal ini sejalan dengan pernyataan teori dari Koentjaraningrat mengenai Pola Pikir, Pola Tindak, dan Fungsi Sistem Sosial Budaya Indonesia.
Dengan Lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kehidupan sosial Indonesia dipersatukan, dalam kebhineka tunggal ikaan, dan tentunya kehidupan sosial bangsa Indonesia menjadi lebih terarah dan terencana setelahnya.

2. Makna Kemerdekaan terhadap budaya
            Dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia maka jelas berpengaruh besar terhadap budaya bangsa Indonesia, bangsa yang dijajah dan bangsa yang lepas dari penjajahan tentunya memiliki budaya yang jauh berbeda.
Dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan berdasarkan pada teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka jelas sudah bahwa system sosial budaya Indonesia memenuhi polafikir atas budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan pada:
a)    Ketuhanan yang Maha Esa
Proklamasi lahir atas Izin Tuhan Yang Maha Esa, ini tersurat jelas pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa”
b)    Negara Persatuan Indonesia
Budaya persatuan Indonesia jelas tersirat dan tersurat dari proses hingga terlaksananya proklamasi kemerdekaan Indonesia, secara tersirat dapat dilihat dari proses perencanaan proklamasi dimana golongan muda dan golongan tua bahu membahu untuk mmeberikan yang terbaik bagi bangsa ini walau banyak perbedaan namun tetap memegang teguh budaya persatuan.
c)     Negara Indonesia adalah negara yang berbudaya Demokrasi
Budaya Demokrasi jelas terlihat dalam proses dan juga pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, waktu pelaksanaan Proklamasi jelas merupakan hasil rundingan dari pihak golongan muda dan golongan tua yang mencerminkan pelaksanaan demokrasi, dan perumusan proklamasipun jelas merupakan hasil rumusan bersama yang juga merupakan cerminan budaya demokrasi.
d)    Berlandaskan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kondisi Letak geografis Indonesia, sumberdaya alam, dan penduduk Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus mempunyai politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan yang berkeadilan bagi semua rakyat, dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan maka jelas seluruh yang ada di Indonesia merupakan hak bangsa dan rakyat Indonesia, dan seluruhnya di manfaatkan untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
e)    Budi pekerti, dengan memegang teguh cita-cita yang luhur
Budaya budi pekerti jelas tersirat pada proses perencanaan proklamasi, dimana golongan muda tetap menghargai golongan tua dengan memberikan dorongan, saran dan bantuan untuk pelaksanaan kemerdekaan Indonesia, dan tentu saja ini dikarenakan seluruh elemen masyarakat pada waktu itu memiliki dan memegang teguh cita-cit yang luhur, yaitu cita-cita untuk memerdekakan bangsa Indonesia.

3. Makna Kemerdekaan terhadap kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi bangsa Indonesia pada saat sebelum dan sesudah Kemerdakaan jelas sangat jauh berbeda, seperti halnya bangsa yang merdeka tentunya memiliki kesempatan besar untuk lebih makmur dan lebih mapan dalam perekonomian, namun sebelum mengalami kemapanan secara ekonomi pada awal-awal setelah kemerdekaan bangsa Indonesia juga mengalami kekacauan ekonomi terlebih dahulu, dan ini adalah proses yang wajar, karena pada saat itu Indonesia belum memiliki pemerintahan yang kuat dan mumpuni, ditambah lagi Belanda masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia dan ini terbukti dengan terjadinya agresi Militer belanda I dan II.
Pada periode tahun 1945 sampai dengan 1950, Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi, yang disebabkan oleh karena adanya blockade dari Belanda, kosongnya kas negara dan juga sebagai imbas dari warisan system ekonomi dari Jepang yang masih melekat pada bangsa Indonesia.
Usaha pemerintah pada saat itu sangatlah gencar, terutama untuk membangkitkan ekonomi Indonesia, guna menembus blokade ekonomi dari Belanda Indonesia mencoba menembusnya dengan memberikan bantuan beras kepada India, ini merupakan salah satu cara untuk menunjukan eksistensi Bangsa Indonesia di wajah dunia, selain itu untuk menumbuhkan kepercayaan bangsa-bangsa lain dan menambah dukungan atas kemerdekaan Indonesia.
Pada saat periode 1945 sampai 1950pun di Indonesia diberlakukan 3 mata uang, guna menjaga kestabilan nilai mata uang, yaitu mata uang de javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang pemerintahan Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu), kemudian dikeluarkan pula ORI (Oeang Republik Indonesia) pada tahun 1945, 1947, 1948 dan 1949, walaupun tertatih-tatih namun itulah perjuangan pada saat beratnya ekonomi bangsa Indonesia  awal kemerdekaan bangsa ini.
Langkah-langkah strategis guna mengamankan perekonomian bangsa Indonesia pun di ambil oleh pemerintah, diantaranya dengan membuat Bank Indonesia, melakukan pinjaman nasional, juga banyak sekali bangsawan-bangsawan dan raja-raja di tanah air yang menyumbangkan hartanya untuk modal jalannya pemerintahan pada waktu itu.
Dan pemerintahpun membentuk pola dagang yang langsung berhubungan dengan negara luar, membentuk Indonesian Office dan menyusun kosep ketahanan ekonomi Indonesia, yang akhirnya lambat laun efek positif atas usaha pemerintah ini bisa dirasakan.

4. Makna Kemerdekaan terhadap Kehidupan Politik
Proklamasi juga memiliki makna yang besar pada bidang politik di Indonesia, walaupun tidak jauh dengan kondisi ekonomi Indonesia pada waktu itu, bidang politikpun sama persis masih terasa sangat mentah, namun memiliki orientasi positif untuk kehidupan politik dimasa depan.
Perubahan dan pembaharuan dari kehidupan politik bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan terus bergulir, pada tanggal 18 Agustus 1945 diadakanlah rapat PPKI yang mengangkat Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pertama Indonesia, dan dilanjutkan dengan beberapa usaha pembenahan bidang politik seperti penyusunan dan pengesahan Undang-undang Dasar, pembentukan kabinet, pembagian wilayah RI menjadi 8 provinsi disertai dengan penentuan kepala daerahnya, penentuan PNI sebagai satu-satunya partai politik Indonesia pada saat itu, pembentukan TKR dan BKR yang menjadi cikal bakal TNI dan POLRI, pembentukan alat negara seperti Komite Nasional, dan lain-lain.
Perbedaan pendapat dan perbedaan padangan politik serta hasrat untuk berkuasa menjadi kendala bagi bangsa yang baru lahir ini, namun perlahan tapi pasti bangsa Indonesia terus menguatkan keberadaannya guna mencapai cita-cita kehidupan bangsa Indonesia yang makmur dan berkeadilan sosial.
Namun yang pasti bangsa Indonesia yang sudah merdeka jelas memiliki kebanggaan tersendiri, dulu sebelum merdeka bangsa ini dilarang berpolitik, dan setelah merdeka bangsa Indonesia diberikan kesempatan untuk berpolitik dengan koridor Pancasila sebagai dasar negaranya.

5. Bidang Pendidikan
Mengamati perjalanan sejarah pendidikan islam pada masa penjajahan belanda dan jepang sungguh menarik dan membutuhan proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki indonesia dengan misi gold, glory dan gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran dan ideologi dengan dokrin-dokrin barat. Akan tetapi seharusnya kita bangga terhadap perjuangan para tokoh muslim pada waktu itu yang berupaya sekuat tenaga untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan islam seperti madrasah,pesantren majelis taklim dll.

1.  Pendidikan masa orde lama

Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz

Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-betul dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai alat negara maupun kaum dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata:
“…sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat ‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak,”
Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan sistem “among” berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan semboyan “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” pada 1950 diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diundangkan UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum di antaranya:
A.    Rentang Tahun 1945-1968
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara.
B.    Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
C.    Kurikulum 1964
Fokus kurikulum 1964 adalah pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam masyarakat.

2.   Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
Ø  Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan manusia).
Ø   Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik
Ø  Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang  kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa orde baru yaitu sebagai berikut:
1)    Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
2)    Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang  dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional  umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
3)    Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
4)    Kurilukum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.

3. Pendidikan Pada Masa Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, telah melahirkan hasilnya yang pahit yakni:
a)    Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
b)    Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
c)     Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis.
d)    Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah.
e)    Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan.
f)     Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.

Adapun kurikulum-kurikulum yang dipakai pada masa reformasi yaitu sebagai berikut:
1. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Kembali peran guru diposisikan sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK, yaitu:
1.   Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
2.   Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
3.   Berpusat pada siswa.
4.   Orientasi pada proses dan hasil.
5.   Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
6.   Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7.   Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
8.   Belajar sepanjang hayat;
9.   Belajar mengetahui (learning how to know),
10. Belajar melakukan (learning how to do),
11. Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
12. Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan  penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis lebih ditekankan dari pada unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam menentukan metode pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan sekitar.






SUMBER :
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.
Kurikulum di Indonesia”, (meilanikasim.wordpress.com, diakses 29 Desembar 2014, pukul. 20.45 WITA).
Rianti Nugroho, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.15-16.


0 komentar:

Posting Komentar