MENGANALISA
PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA DAN MAKNANYA BAGI KEHIDUPAN
SOSIAL, BUDAYA, EKONOMI, POLITIK BANGSA INDONESIA
3.7
Menganalisis peristiwa proklamasi kemerdekaan dan pembentukan pemerintahan
pertama Republik Indonesia, serta maknanya bagi kehidupan sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan pendidikan bangsa Indonesia
4.7
Menalar peristiwa proklamasi kemerdekaan dan pembentukan pemerintahan pertama
Republik Indonesia, serta maknanya bagi kehidupan sosial, budaya, ekonomi,
politik, dan pendidikan bangsa Indonesia
A. Menganalisa peristiwa
Proklamasi
Peristiwa Proklamasi kemerdekaan Indonesia
tidak sertamerta terjadi begitu saja, ada peran berbagai pihak yang membantu
dan mendorong peristiwa proklamasi kemerdekaan itu terjadi.
Peristiwa Rengasdengklok meruapakan salah
satu peristiwa yang tidak dapat terpisahkan dari lahirnya Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 16 agustus 1945 pukul 03:00 W.I.B, beberapa
tokoh pemuda menculik Soekarno dan Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok
(Karawang – Jawa Barat), adapun beberapa tokoh pemuda tersebut diantaranya
adalah Soekarni, Aidit, Wikana dan Chaerul Saleh yang meruapakn bagian dari
perkumpulan “Menteng 31”, para pemuda mendesak agak Soekarno dan Hatta segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, karena menurut para pemuda saat itu
adalah saat-sat yang tepat karena pada waktu itu Jepang kalah dalam
perang Pasifik setelah Hirosima dan Nagasaki di Bom Atom oleh pihak Amerika,
dan pada tanggal 15 agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Bungkarno sebagai perwakilan dari golongan
tua bersikukuh untuk menunggu ijin dari Jepang dan proklamasi kemerdekaan
melalui PPKI sedangkan para kaum muda sudah tidak sabar lagi untuk memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu PPKI, karena kaum muda berkeyakinan bahwa
Jepang pasti akan mengulur-ngulur waktu lagi kepada Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada waktu itu di Jakarta golongan muda
berniat untuk mengambil alih kekuasaan, namun rencana itu tidak berhasil karena
sebagian dari tentara PETA tidak setuju dan menentang rencana kudeta tersebut,
akhirnya jalan diskusi dengan golongan tuapun di ambil oleh golongan muda.
Setelah diskusi panjang di Rengasdengklok tepatnya
di rumah kediaman Djiaw Kie Siong yang merupakan seorang Tionghoa di Rengas
Dengklok, akhirnya disetujuilah bahwa besok akan diproklamirkan kemerdekaan
Indonesia, dan keesokan harinya Kunto dan Mr.Achmad Soebardjo menjemput
Soekarno, Hatta, Fatmawati (Istri Soekarno), dan Guntur (anak Soekarnao) dari
Rengas Dengklok ke Jakarta untuk persiapan proklamasi Kemerdekaan, benderapun
disiapkan dan dijahit oleh Fatmawati dengan bahan seadanya yang hingga saat ini
disebut sebagai bendera pusaka dan tepat tengah malam menjelang 17 Agustus 1945
seluruh rombongan tiba di Jakarta, Pada awalnya rombongan akan berkumpul di
Hotel Indonesia namun karena waktu sudah larut dan suasana waktu itu begitu
mencekam akhirnya Mr.Achmad Soebarjo dan romobongan melanjutkan perjalanan
menuju kediaman Laksamana Maeda dan disanalah mereka mulai merumuskan teks
proklamasi, saat itu naskah proklamasi yang di tulis tangan oleh Soekarno di
ketik ulang oleh Muhamad Ibnu Sayuti atau yang biasa kita sebut Sayuti Melik.
Keesokan paginya proklamasi kemerdekaan yang
semula akan diadakan di lapangan IKADA berubah tempat ke kediaman Soekarno di
Jalan Pegangsaan Timur no.56 karena tentara Jepang sudah banyak yang
berjaga-jaga di lapangan IKADA, dan tepat pada pukul 10.00 W.I.B, dengan
kesederhanaan Soekarno pun memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan setelah
pembacaan proklamasi kemerdekaan bendera yang telah di jahit Fatmawati itupun
dikibarkan, momentum di tengah bulah puasa pada hari jum’at tanggal 17 agustus
1945 itu memberikan kesan tersendiri dalam sejarah bangsa Indonesia, banyak
hikmah atas kejadian tersebut, gendering semangat semakin terpatri di hati
rakyat Indonesia pada saat itu, walau kabar proklamasi ini belum menyebar
keseluruh pelosok negeri pada hari itu namun lambat laun seluruh bagian dari
negeri ini mengetahui informasi atas proklamasi tersebut, dan peran serta Radio
Republik Indonesia (RRI) untuk menginformasikan berita proklamasi keseluruh
pelosok negeri menjadi sangat penting pada saat itu, tentunya dengan segala
keterbatasan tekhnologi yang ada pada saat itu menyampaikan berita keseluruh
pelosok Indonesia bukanlah satu hal yang mudah.
Banyak makna yang bisa kita ambil dari
kejadian tersebut dan juga bisa kita analisa, benar bahwa proklamasi
kemerdekaan ini membawa angina segar bagi bangsa ini, dan analisa inti pada
proses Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 agustus 1945 diantaranya
adalah:
a) Proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 merupakan momentum besar bangsa ini,
proklamasi kemerdekaan ini merupakan tonggak dasar pernyataan Indonesia secara
defakto maupun de jure.
b)
Soekarno dan Hatta menandatangani tek’s
proklamasi dengan mengatasnamakan bangsa Indonesia, atas dasar keputusan
bersama para perumus teks proklamasi.
c)
Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17
agustus 1945 terjadi akibat dukungan dari segenap pihak, baik dari golongan
muda maupun golongan tua walaupun sebelumnya mash berbeda pendapat tapi dengan
terjadinya kisah diskusi antara perwakilan golongan mud dan golongan
tua maka disepakatilah bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan pada 17
agustus 1945.
d)
Peranserta pemuda Indonesia sangatlah
besar dalam perencanaan dan pelaksanaan serta dukungan pada proklamasi
kemerdekaan Indonesia, walaupun dengan cara menculik tokoh golongan tua namun
hal itu dilakukan demi mendukung tercapainya cita-cita luhur bangsa Indonesia
untuk merdeka.
e)
Makna yang tersirat dari kejadian
Rengasdengklok dan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diantaranya
adalah, bahwa bangsa ini harus memiliki kebersamaan untuk menjadi lebih kuat
dan lebih besar, yang tua maupun yang muda harus saling berpegangan tangan guna
kepentingan bangsa dan negara, yang tua mengayomi dan yang muda menghormati.
f)
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak akan
pernah terjadi apabila tidak ada keinginan, keberanian dan tidak ada peran
serta Tuhan, oleh karena itu didalam pembukaan undang-undang Dasar 1945
disebutkan “Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa dan didorong oleh
keinginan yang luhur”
g)
Proklamasi kemerdekaan Indonesia
dilaksanakan dalam keadaan yang serba terbatas dan penuh dengan kesederhanaan,
Proklamasi di laksanakan pada saat suasana masih belum stabil, sehingga
pelaksanaan Proklamasi dilaksanakan dengan penuh resiko.
h) Pelaksanaan Pembacaan Teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan pada 17 agustus 1945 memberikan dampak
positif pada berbagai bidang kehidupan bangsa Indonesia.
Hikmah yang besar bagi bangsa ini atas
lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 terjadi
di tengah umat muslim Indonesia yang pada waktu itu sedang melaksanakan ibadah
Puasa Ramadhan, kebahagiaan ramadhan terasa makin bertambah bagi umat muslim di
Indonesia pada saat itu.
B. Makna Proklamasi
Terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia
Proklamasi kemerdekaan Indonesia bukan
sekedar ikrar namun lebih dari itu, banyak sekali pengaruh proklamasi
kemerdekaan terhadap kehidupan bangsa Indonesia pada saat itu, adapaun makna
proklamasi kemerdekaan Indonesia terhadap kehidupan bangsa Indonesia
diantaranya adalah:
1. Makna Kemerdekaan
terhadap kehidupan sosial
Dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
menggambarkan bahwa kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada saat itu mampu
terintegrasi dengan baik, mewujudkan totalitas nilai, tata sosial, dan tata
laku masyarakat Indonesia yang mampu merealisasikan falsafah hidup Pancasila,
dengan asas yang melandasi polafikir, prilaku, proses dan struktur sosial
Indonesia.
Proklmasi Kemerdekaan Indonesia merupakan
wujud total dari keinginan bangsa Indonesia yang berpola dan bisa diperinci
menurut fungsi-fungsi dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam
bermasyarakat yaitu kebutuhan untuk merdeka. Maka pada saat itu Proklamasi
Kemerdekaan menjadi pola pikir, pola tindak dan fungsi sistem sosial dan
merupakan institusi sosial, yaitu suatu sistem yang menunjukkan bahwa peranan
sosial dan norma-norma saling berkait, yang telah disusun guna memuaskan suatu
kehendak atau fungsi sosial, hal ini sejalan dengan pernyataan teori dari Koentjaraningrat mengenai
Pola Pikir, Pola Tindak, dan Fungsi Sistem Sosial Budaya Indonesia.
Dengan
Lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kehidupan sosial Indonesia
dipersatukan, dalam kebhineka tunggal ikaan, dan tentunya kehidupan sosial
bangsa Indonesia menjadi lebih terarah dan terencana setelahnya.
2. Makna Kemerdekaan
terhadap budaya
Dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia maka jelas berpengaruh besar terhadap budaya bangsa Indonesia, bangsa
yang dijajah dan bangsa yang lepas dari penjajahan tentunya memiliki budaya
yang jauh berbeda.
Dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan
berdasarkan pada teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka jelas sudah bahwa
system sosial budaya Indonesia memenuhi polafikir atas budaya bangsa Indonesia
yang berdasarkan pada:
a) Ketuhanan
yang Maha Esa
Proklamasi
lahir atas Izin Tuhan Yang Maha Esa, ini tersurat jelas pada pembukaan UUD 1945
yang berbunyi “Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa”
b) Negara
Persatuan Indonesia
Budaya
persatuan Indonesia jelas tersirat dan tersurat dari proses hingga
terlaksananya proklamasi kemerdekaan Indonesia, secara tersirat dapat dilihat
dari proses perencanaan proklamasi dimana golongan muda dan golongan tua bahu
membahu untuk mmeberikan yang terbaik bagi bangsa ini walau banyak perbedaan
namun tetap memegang teguh budaya persatuan.
c) Negara
Indonesia adalah negara yang berbudaya Demokrasi
Budaya
Demokrasi jelas terlihat dalam proses dan juga pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, waktu pelaksanaan Proklamasi jelas merupakan hasil
rundingan dari pihak golongan muda dan golongan tua yang mencerminkan pelaksanaan
demokrasi, dan perumusan proklamasipun jelas merupakan hasil rumusan bersama
yang juga merupakan cerminan budaya demokrasi.
d) Berlandaskan
pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kondisi
Letak geografis Indonesia, sumberdaya alam, dan penduduk Indonesia dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus mempunyai politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan yang berkeadilan bagi semua rakyat,
dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan maka jelas seluruh yang ada di Indonesia
merupakan hak bangsa dan rakyat Indonesia, dan seluruhnya di manfaatkan untuk
kepentingan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
e) Budi
pekerti, dengan memegang teguh cita-cita yang luhur
Budaya
budi pekerti jelas tersirat pada proses perencanaan proklamasi, dimana golongan
muda tetap menghargai golongan tua dengan memberikan dorongan, saran dan
bantuan untuk pelaksanaan kemerdekaan Indonesia, dan tentu saja ini dikarenakan
seluruh elemen masyarakat pada waktu itu memiliki dan memegang teguh cita-cit
yang luhur, yaitu cita-cita untuk memerdekakan bangsa Indonesia.
3. Makna Kemerdekaan
terhadap kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi bangsa Indonesia pada saat
sebelum dan sesudah Kemerdakaan jelas sangat jauh berbeda, seperti halnya
bangsa yang merdeka tentunya memiliki kesempatan besar untuk lebih makmur dan
lebih mapan dalam perekonomian, namun sebelum mengalami kemapanan secara
ekonomi pada awal-awal setelah kemerdekaan bangsa Indonesia juga mengalami kekacauan
ekonomi terlebih dahulu, dan ini adalah proses yang wajar, karena pada saat itu
Indonesia belum memiliki pemerintahan yang kuat dan mumpuni, ditambah lagi
Belanda masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia dan ini terbukti dengan
terjadinya agresi Militer belanda I dan II.
Pada periode tahun 1945 sampai dengan 1950,
Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi, yang disebabkan oleh karena
adanya blockade dari Belanda, kosongnya kas negara dan juga sebagai imbas dari
warisan system ekonomi dari Jepang yang masih melekat pada bangsa Indonesia.
Usaha pemerintah pada saat itu sangatlah
gencar, terutama untuk membangkitkan ekonomi Indonesia, guna menembus blokade
ekonomi dari Belanda Indonesia mencoba menembusnya dengan memberikan bantuan
beras kepada India, ini merupakan salah satu cara untuk menunjukan eksistensi
Bangsa Indonesia di wajah dunia, selain itu untuk menumbuhkan kepercayaan
bangsa-bangsa lain dan menambah dukungan atas kemerdekaan Indonesia.
Pada saat periode 1945 sampai 1950pun di
Indonesia diberlakukan 3 mata uang, guna menjaga kestabilan nilai mata uang,
yaitu mata uang de javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang
pemerintahan Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu), kemudian dikeluarkan pula ORI
(Oeang Republik Indonesia) pada tahun 1945, 1947, 1948 dan 1949, walaupun
tertatih-tatih namun itulah perjuangan pada saat beratnya ekonomi bangsa
Indonesia awal kemerdekaan bangsa ini.
Langkah-langkah strategis guna mengamankan
perekonomian bangsa Indonesia pun di ambil oleh pemerintah, diantaranya dengan
membuat Bank Indonesia, melakukan pinjaman nasional, juga banyak sekali
bangsawan-bangsawan dan raja-raja di tanah air yang menyumbangkan hartanya
untuk modal jalannya pemerintahan pada waktu itu.
Dan pemerintahpun membentuk pola dagang yang
langsung berhubungan dengan negara luar, membentuk Indonesian Office dan
menyusun kosep ketahanan ekonomi Indonesia, yang akhirnya lambat laun efek
positif atas usaha pemerintah ini bisa dirasakan.
4. Makna Kemerdekaan
terhadap Kehidupan Politik
Proklamasi juga memiliki makna yang besar
pada bidang politik di Indonesia, walaupun tidak jauh dengan kondisi ekonomi
Indonesia pada waktu itu, bidang politikpun sama persis masih terasa sangat
mentah, namun memiliki orientasi positif untuk kehidupan politik dimasa depan.
Perubahan dan pembaharuan dari kehidupan
politik bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan terus bergulir, pada tanggal 18
Agustus 1945 diadakanlah rapat PPKI yang mengangkat Soekarno dan Hatta sebagai
Presiden dan Wakil Presiden Pertama Indonesia, dan dilanjutkan dengan beberapa
usaha pembenahan bidang politik seperti penyusunan dan pengesahan Undang-undang
Dasar, pembentukan kabinet, pembagian wilayah RI menjadi 8 provinsi disertai
dengan penentuan kepala daerahnya, penentuan PNI sebagai satu-satunya partai
politik Indonesia pada saat itu, pembentukan TKR dan BKR yang menjadi cikal
bakal TNI dan POLRI, pembentukan alat negara seperti Komite Nasional, dan
lain-lain.
Perbedaan pendapat dan perbedaan padangan
politik serta hasrat untuk berkuasa menjadi kendala bagi bangsa yang baru lahir
ini, namun perlahan tapi pasti bangsa Indonesia terus menguatkan keberadaannya
guna mencapai cita-cita kehidupan bangsa Indonesia yang makmur dan berkeadilan
sosial.
Namun
yang pasti bangsa Indonesia yang sudah merdeka jelas memiliki kebanggaan
tersendiri, dulu sebelum merdeka bangsa ini dilarang berpolitik, dan setelah
merdeka bangsa Indonesia diberikan kesempatan untuk berpolitik dengan koridor
Pancasila sebagai dasar negaranya.
5. Bidang Pendidikan
Mengamati
perjalanan sejarah pendidikan islam pada masa penjajahan belanda dan jepang
sungguh menarik dan membutuhan proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki
indonesia dengan misi gold, glory dan gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran
dan ideologi dengan dokrin-dokrin barat. Akan tetapi seharusnya kita bangga
terhadap perjuangan para tokoh muslim pada waktu itu yang berupaya sekuat
tenaga untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan islam seperti
madrasah,pesantren majelis taklim dll.
1. Pendidikan
masa orde lama
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz |
Secara
umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah
kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana
pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa
Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan
memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa
memandang kelas sosial. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara
tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan
tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang
telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk
belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme.
Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya
sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan.
Orde
lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas
demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk
dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan
salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Banyak pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan
betul-betul dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa
kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai alat
negara maupun kaum dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata:
“…sungguh
alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu
persatu adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa
kebangunan dapat ‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak,”
Dari
perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh
perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui
pendidikan.
Di
bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan
sistem “among” berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan,
kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa”
dan semboyan “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani” pada 1950 diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional
yaitu UU No. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954
tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diundangkan
UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965
tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang Pokok-Pokok
Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden
Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
Jika
kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi
manjadi 2 kurikulum di antaranya:
A.
Rentang
Tahun 1945-1968
Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer
plan” artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat
politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan,
asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal
dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun
1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.
Pada
masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan
masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek
afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian
dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana
menumbuhkan kesadaran bela negara.
B.
Rencana
Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai
1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu
mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu
pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan.
Namun, dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru
menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang
menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang
menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
C.
Kurikulum
1964
Fokus
kurikulum 1964 adalah pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Panca wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah
lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan
disekolah dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam
masyarakat.
2. Pendidikan
Pada Masa Orde Baru
Orde
baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi
Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah
pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi
dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan
lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan
hasil didikan.
Pelaksanaan
pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena
pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik.
Pada
pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena
unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde
baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak
dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan
faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.
Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
Ø Produk-produk
pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada
hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak
memanusiakan manusia).
Ø Lahirnya
kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang
berpikiran positivistik
Ø Hilangnya
kebebasan berpendapat.
Pemerintah
orde baru yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto “membangun manusia
Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk
pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk
pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi
manusia “pekerja” yang kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam
menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas
mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa
orde baru yaitu sebagai berikut:
1)
Kurikulum
1968
Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran
bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada
masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut.
Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis,
kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi
intelektualnya saja.
2)
Kurikulum
1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar
MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal
dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional
umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada
kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk
membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar
berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program
belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal.
Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan
bertahap.
3)
Kurikulum
1984
Kurikulum
1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting
dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak
lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan
sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam
pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
4)
Kurilukum
1994
Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa
mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai
muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain.
Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka
tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap
banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
3. Pendidikan Pada
Masa Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang
cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat
reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi.
Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama)
menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945
dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan belanja negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja
negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada
pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat
dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah
wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini
pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah
memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi
kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem
“Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU
No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun
1989., dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai:
“usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.
pendidikan di masa reformasi juga belum
sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan
sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh
pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek
yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi
pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk
memperjuangkan hak-hak siswa.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan
pendidikan pada masa ini, telah melahirkan hasilnya yang pahit yakni:
a) Angkatan
kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
b)
Birokrasi yang lamban, korup dan tidak
kreatif.
c)
Masyarakat luas yang mudah bertindak
anarkis.
d)
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak
parah.
e)
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan.
f) Merajalelanya
tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
Adapun kurikulum-kurikulum yang dipakai pada
masa reformasi yaitu sebagai berikut:
1. Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa
kembali ditempatkan sebagai subjek dalam proses pendidikan dengan terbukanya
ruang diskusi untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk
aktif dalam memperoleh informasi. Kembali peran guru diposisikan sebagai
fasilitator dalam perolehan suatu informasi.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan
dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber
belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Hal ini mutlak diperlukan
mengingat KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek afektif dan
psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK,
yaitu:
1. Menekankan
pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
2. Kurikulum
dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
3. Berpusat
pada siswa.
4. Orientasi
pada proses dan hasil.
5. Pendekatan
dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
6. Guru
bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7. Buku
pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
8. Belajar
sepanjang hayat;
9. Belajar
mengetahui (learning how to know),
10. Belajar
melakukan (learning how to do),
11. Belajar
menjadi diri sendiri (learning how to be),
12. Belajar
hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
2. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan
KBK namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya,
yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal
ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai
satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai
dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada
lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa
juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka
berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing
sekolah.
Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan
dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu unsur teoritis dan praksis. Namun,
dalam kurikulum ini unsur praksis lebih ditekankan dari pada unsur teoritis. Setiap
kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam menentukan metode
pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan
lingkungan sekitar.
SUMBER
:
Yamin,
Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.
Kurikulum
di Indonesia”, (meilanikasim.wordpress.com, diakses 29 Desembar 2014, pukul.
20.45 WITA).
Rianti
Nugroho, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi, (Jogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), hlm.15-16.
0 komentar:
Posting Komentar