Senin, 20 Januari 2020

MATERI SEJARAH INDONESIA 3.12 4.12 KURIKULUM 2013 REVISI 2018 Peran Aktif Indonesia di lembaga Regional dan Internasional

Peran Aktif Indonesia di lembaga Regional dan Internasional

3.12 Mengevaluasi peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia antara lain KAA, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, Gerakan Non Blok, dan ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal Meeting
4.12 Menyajikan hasil telaah tentang peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia antara lain KAA, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, Gerakan Non Blok, dan ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal Meeting

1. PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa)
Perang Dunia telah meninggalkan kerugian, kesengsaraan, dan perasaan dendam antar bangsa di dunia. Untuk menghindari terulangnya peperangan, beberapa tokoh dunia memprakarsai berdirinya organisasi dunia guna menjamin terciptanya perdamaian dan keamanan dunia.
Sesudah PD I berakhir, Presiden Amerika Serikat Wondrow Wilson memprakarsai berdirinya Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Secara resmi LBB berdiri pada 10 Januari 1920 di Versailles, Perancis.
Tujuan LBB Sebelumnya telah saya bahas Sejarah LBB, namun di sana belum dijelaskan tentang tujuan organisasi negara-negara di dunia tersebut. Nah, pada artikel ini saya akan tuliskan 4 tujuan didirikannya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) sebagai berikut:
1.     menjamin perdamaian dunia
2.     mencegah peperangan
3.     menaati hukum serta perjanjian internasional, dan
4.     meningkatkan kerja sama sosial dalam segala bidang
Susunan LBB
Organisai Liga Bangsa-Bangsa terbagi atas: Sidang Umum, Sekretariat Tetap, Dewan Khusus, dan Mahkamah Internasional. Para anggota LBB wajib mengirimkan utusannya sebanyak 3 orang untuk Sidang Umum.
a.   Sidang Umum
Bertugas sebagai berikut:
Ø  merumuskan anggaran belanja LBB
Ø  merundingkan masalah-masalah internasional
Ø  memberikan nasihat yang tidak mengikat kepada negara anggota
Ø  Memilih hakim yang akan duduk di Mahkamah Internasional
b.   Sekretariat Tetap LBB
Dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal yang bertugas mencatat perjanjian-perjanjian internasional dan melayani keperluan LBB.
c.   Dewan Khusus
Dibentuk untuk menjaga nama baik LBB, menjaga negara anggota dari serangan negara lain, dan mengadakan perjanjian pengurangan persenjataan.
d.   Mahkamah Internasional
Bertugas menyelesaikan pertikaian dunia khususnya di antara negara-negara anggota LBB.
LBB akhirnya tidak mampu menciptakan perdamaian dunia, karena negara-negara besar menggunakan Liga ini untuk kepentingan sendiri. Kelemahan LBB yang terbesar ialah tidak adanya sanksi bagi negara-negara yang melanggar keputusannya, karena LBB tidak mempunyai alat untuk memaksakan keputusannya.
Ketika Jepang menyerbu Manchuria pada tahun 1931, LBB tidak dapat berbuat apa-apa. Demikian juga sewaktu Italia menduduki Abesinia pada tahun 1935, seruan LBB tidak dituruti oleh Italia. Hal ini semuanya menunjukkan kelemahan organisasi ini.
Perang Dunia II tidak dapat dihindarkan ketika Jerman secara terang-terang melanggar kedaulatan Polandia pada tahun 1939. Tugas-tugas LBB diambil alih oleh PBB pada tahun 1946.
Sifat Dan Tugas LBB
a)    Merupakan badan untuk pemeliharaan perdamaian dan menjadi badan pengawas daerah perwalian atau daerah mandat LBB.
b)    Merupakan badan untuk mencegah perang dan menyelesaikan perselisihan secara damai.
c)      Berusaha mengatasi masalah yang menyangkut ancaman perang.
d)    Berusaha mengintegrasikan dan mengoordinasikan lembaga-lembaga internasional yang sudah ada.
e)    Berusaha meningkatkan kerja sama dalam lapangan kesehatan, social,  keuangan, pengangkutan,                      
f)     perhubungan, dan lain-lain.
g)     Memberikan perlindungan terhadap bangsa-bangsa minoritas.

Kegagalan LBB Setelah berjalan beberapa puluh tahun, ternyata liga bangsa-bangsa tidak mampu menciptakan perdamaian. LBB tidak banyak memberikan banyak harapan. Pada saat itu terjadi pertikaian internasional dan liga bangsa-bangsa tidak dapat menyelesaikannya sehingga terjadi perang dunia II.
Setelah PD II berakhir, maka Franklin Delano Roosevelt (Presiden Amerika  Serikat) dan Winston Churchill (PM Inggris) berhasil menyusun dan menandatangani Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang berisi perlunya perdamaian dunia Untuk menindaklanjuti gagasan tersebut, pada tanggal 25-26 Juni 1945 diselenggarakan Konferensi San Francisco (Amerika Serikat) dan berhasil merumuskan Piagam Perdamaian (Charter of Peace).
Akhirnya, Piagam Perdamaian diratifikasi oleh 50 negara pada tanggal 24 Oktober 1945. Peristiwa itu dijadikan hari lahirnya PBB (The United Nations Day).

Tujuan utama PBB adalah (1) menjaga perdamaian dan keamanan dunia, (2) memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui penghormatan hak asasi manusia, (3) membina kerjasama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, (4) menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia, dan (5) menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.
Indonesia menjadi anggota PBB yang ke 60  pada tanggal 28 Sep-tember 1950. Namun, Indonesia pernah keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965 karena perselisihan politik dengan Malaysia.

Apakah sikap Pemerintah RI untuk keluar dari PBB merupakan pilihan yang tepat? Inilah persoalan pilihan yang terkait dengan kehormatan suatu bangsa dan negara. Fungsi dan peranan PBB sering dikendalikan oleh Amerika Serikat untuk kepentingan politik dan ekonomi negara adi kuasa itu.
Akhirnya, setelah lahirnya Orde Baru, Indonesia menjadi anggota PBB kembali pada 28 September 1966 dan tetap sebagai anggota yang ke 60. Beberapa peranan yang pernah dilakukan Indonesia dalam mencapai tujuan PBB, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara tidak langsung, peranan Indonesia adalah :
o      Indonesia berhasil menyelenggarakan KAA yang menghasilkan Dasasila Bandung. b. Indonesia adalah salah satu pemrakarsa berdirinya GNB.
o      Indonesia adalah pelopor tercetusnya konsep ZOPFAN dan SEANWFZ.
Secara langsung, peranan Indonesia dapat dilihat dari beberapa peristiwa sebagai berikut:
a.   Dr. Soedjatmoko pernah menjabat Rektor Universitas PBB yang berkedudukan di Tokyo pada tahun 1971.
b.   Indonesia memberikan bantuan uang dan beras melalui FAO untuk bangsa Ethiopia yang dilanda kelaparan pada tahun 1984.
c.   Tahun 1989, Indonesia dan beberapa anggota ASEAN serta Peran-cis membantu menyelesaikan pertikaian antar faksi di Kamboja.
d.   Tahun 1995, Indonesia berusah menampung para pengungsi Viet-nam di pulau Galang.
e.   Antara tahun 1993-1996, Indonesia beberapa kali menjadi mediator perdamaian antara pemerintah Pilipina dan kelompok MNLF yang menguasai Mindanau Selatan.
f.    Tahun 1957, Indonesia telah membantu PBB dalam menjaga dan memelihara perdamaian dengan mengirimkan Pasukan Garuda.
Kontingen pasukan TNI Garuda yang pernah membantu Dewan Keamanan PBB adalah sebagai berikut:
a)   Pasukan Garuda I bertugas di Gaza (Sinai) pada tahun 1957.
b)   Pasukan Garuda II bertugas di Kongo (Zaire) tahun 1960-1961.
c)   Pasukan Garuda III bertugas di Katanga (Kongo) tahun 1963-1964.
d)   Pasukan Garuda IV bertugas di Vietnam Selatan pada tahun 1973.
e)   Pasukan Garuda V bertugas di Vietnam Selatan tahun 1973-1974.
f) Pasukan Garuda VI bertugas di Timur Tengah tahun 1973-1974.
g)   Pasukan Garuda VII bertugas di Vietnam Selatan tahun 1974.
h)   Pasukan Garuda VIII bertugas di Sinai pada tahun 1974.
i) Pasukan Garuda IX bertugas di perbatasan Iran-Irak tahun 1988.
j) Pasukan Garuda X bertugas di Namibia pada tahun 1989.
k)   Pasukan Garuda XI bertugas di perbatasan Irak-Kuwait tahun 1991.
l) Pasukan Garuda XII bertugas di Kamboja tahun 1992.
m)  Pasukan Garuda XIII bertugas di Somalia pada tahun 1992.
n)   Pasukan Garuda XIV bertugas di Bosnia-Herzegovina tahun 1993-1994.
o)   Tahun 2006, Pemerintah Indonesia merencanakan untuk mengirim pasukannya ke Libanon.


http://www.pembelajaranku.com/2017/12/peran-aktif-indonesia-di-lembaga-regional-dan-internasional.html


2. ASEAN

The Association of South East Asia Nations (ASEAN) merupakan organisasi regional yang mewadahi kerjasama bangsa-bangsa di Asia Tenggara dalam berbagai bidang kehidupan.
Kesadaran bangsa-bangsa Asia Tenggara akan pentingnya solidaritas dan kerjasama di antara sesama mereka. Kesamaan sikap dan tindakkan diharapkan dapat menciptakan perdamaian, kemajuan, dan kemakmuran di Asia Tenggara.
Itulah, salah satu faktor yang mendorong lahirnya ASEAN. Saat ini, ASEAN beranggotakan sepuluh negara di Asia Tenggara, yakni: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Mungthai, Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.
ASEAN didirikan berdasarkan Deklarasi Bangkok yang dicetuskan pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh lima orang utusan, yaitu:
a)   Adam Malik, Menlu Indonesia.
b)   Tun Abdul Razak, Wakil Perdana Menteri Malaysia.
c)   Sinatambi Rajaratman, Menlu Singapura.
d)   Narsico Ramos, Menlu Pilipinan.
e)   Thanat Khoman, Menlu Muangthai.

Kelima negara tersebut dikenal sebagai pendiri ASEAN dan sebagai anggota pertama. Sekarang jumlah anggota ASEAN telah bertambah menjadi 10 negara. Artinya, seluruh negara di kawasan Asia Tenggara telah menjadi anggota ASEAN.
Faktor-faktor yang mendorong terbentuknya ASEAN adalah karena adanya persamaan dalam beberapa hal, seperti:
a.   Persamaan letak geografis di Asia Tenggara,
b.   Persamaan budaya, yaitu budaya Melayu Austronesia.
c.    Persamaan nasib sebagai bangsa-bangsa yang pernah dijajah bangsa asing.
d.   Persamaan kepentingan untuk menjalin hubungan dan kerjasama di bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

Sejak tahun 1999, kesepuluh negara Asia Tenggara telah menjadi anggota ASEAN secara resmi.
Rincian pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a.     Brunei Barussalam menjadi anggota ASEAN sejak 7 Januari 1984, satu minggu setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris.
b.     Vietnam menjadi anggota ASEAN sejak 28 Juli 1995.
c.     Laos dan Myanmar menjadi anggota ASEAN sejak 30 Nopember 1996.
d.     Kamboja menjadi anggota ASEAN sejak 30 April 1999.

Adapun tujuan ASEAN sebagai organisasi regional adalah sebagai berikut:
1.     Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kebuayaan melalui usaha-usaha bersama berdasarkan semangat kebersamaan,persekutuan, dan hidup damai di kalangan bangsa-bangsa di Asia Tenggara.
2.     Memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan saling menghormati keadilan dan tata tertib hukum dalam hubungan antar negara di Asia Tenggara, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip Piagam PBB.
3.     Meningkatkan kerjasama secara aktif dan saling membantu dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaam, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
4.     Memberikan bantuan satu sama lain dalam fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian di sektor-sektor pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi.
5.     Bekerja sama secara efektif dalam memanfaatkan potensi pertanian dan industri, perluasan perdagangan (termasuk studi tentang masalah-masalah perdagangan internasional), perbaikan fasilitas-fasilitas komunikasi, serta dalam memajukan taraf hidup rakyat di masing-masing negara.
6.     Meningkatkan studi mengenai Asia Tenggara.
7.     Bekerja sama secara erat dan saling menguntungkan dengan organisasi internasional dan regional yang memiliki maksud dan tujuan yang sama, serta berusaha mempererat kerjasama antar negara-negara ASEAN.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ASEAN telah melakukan beberapa kali Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Sampai tahun 2003, ASEAN telah melaksanakan 9 kali KTT.
a)    KTT I di Denpasar, tanggal 23-24 Februari 1976.
b)    KTT II di Kualalumpur, tanggal 4-5 Agustus 1977.
c)     KTT III di Manila, tanggal 14-15 Desember 1987.
d)    KTT IV di Singapura, tanggal 27-28 Januari 1992.
e)    KTT V di Bangkok, tanggal 14-15 Desember 1995.
f)     KTT VI di Hanoi, tanggal 15-16 Desember 1998.
g)    KTT VII di Singapura, tanggal 24-25 Nopember 2000.
h)    KTT VIII di Bandar Sri Begawan, tanggal 5-6 Nopember 2001.
i)      KTT IX di Denpasar, tanggal 7-8 Oktober 2003.

Sampai ini kerjasama ASEAN sangat menguntungkan bagi para anggotanya. Beberapa bidang kerjasama yang masih dilaksanakan adalah kerjasama ekonomi, kerjasama sosial, kerjasama kebudayaan, kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kerjasama politik.
Bahkan, ASEAN berhasil mengambil beberapa keputusan penting, seperti menjadikan wilayah Asia Tenggara sebagai ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality atau kawasan yang damai, bebas, dan netral) dan SEANWFZ (Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone atau ASEAN kawasan bebas senjata nuklit).

3. OKI (Organisasi Konferensi Islam)

Organisasi kerjasama antar pemerintah atau yang sering dikenal juga sebagai International Governmental Organization (IGO)telah menjadi bagian penting dalam hubungan internasional dewasa ini. Organisasi-organisasi ini pada umumnya memiliki jaringan luas yang berfungsi sebagai saluran kerjasama.
Perkembangan teknologi dan transportasi telah menjadikan IGO berkembang dengan pesat. Di dunia Islam, salah satu organisasi antar bangsa yang paling aktif adalah Organisasi Konferensi Islam (OKI). Pada awal pendiriannya OKI difokuskan untuk menemukan solusi konflik Timur Tengah, yang melibatkan Dunia Arab dan Israel.
Akan tetapi dalam perkembangannya, OKI ikut mengurusi berbagai permasalahan di negara-negara mayoritas muslim atau pun minoritas muslim.
BENDERA OKI
http://www.pembelajaranku.com/2017/12/peran-aktif-indonesia-di-lembaga-regional-dan-internasional.html


Latar Belakang Berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Kemunculan OKI tidak dapat dilepaskan dari adanya semangat Pan-Islamisme. Pan-Islamisme sendiri  merupakan teori politik yang dikembangkan oleh Jamaluddin al-Afghani dan murid-muridnya.Teori ini menekankan solidaritas antar umat Islam, dalam menghadapi dominasi ekonomi dan politik Barat.
Pada tahun 1940-an sampai 1950-an, Arab Saudi dan wilayah muslim di Anak Benua India memimpin upaya-upaya untuk mendirikan badan Islam internasional. Upaya ini digalakkan untuk menghadapi oposisi dari rezim-rezim sekuler di Mesir, Turki, dan Iran.
Konferensi Ekonomi Islam Internasional pertama berlangsung di Karachi pada 1949, dan yang kedua di Teheran pada 1950. Sementara Konferensi Ulama Muslim diselenggarakan pada 1952 di Karachi atas inisiatif mufti besar Palestina, Amin al-Husaini. Di dalam konferensi itu, ia menyerukan kesatuan Islam.
Meskipun seruan-seruan kesatuan Islam atau Pan-Islamisme telah dikumandangkan di tahun-tahun tersebut, tetapi kaum sekularis, sosialis, dan nasionalis regional belum siap mengatasi perbedaan dan menempa kesatuan atas dasar iman yang sama.
Baru pada tahun 1960-an, muncul upaya-upaya baru dalam membangun ikatan antar negara-negara muslim.  Pangeran mahkota Saudi, yang nantinya menjadi Raja Faishal memimpin upaya baru ini. Ia berambisi membendung nasionalisme Arab.
Situasi berubah drastis pasca-Perang Arab-Israel atau sering disebut Perang Enam Hari. Dalam perang tersebut, Israel mengalahkan aliansi negara Arab yang terdiri dari Mesir, Yordania, dan Suriah.
Kekalahan aliansi Arab berbuntut pada pendudukan di beberapa wilayah Arab dan tempat-tempat suci di Yerusalem, salah satunya adalah Masjid al-Aqsha.
Di tengah kondisi yang semakin mendesak, Amin al-Husaini dan Raja Faishal segera menyerukan konferensi tingkat tinggi Islam. Seruan itu mendapat sambutan hangat dari beberapa pemimpin muslim lain, salah satunya adalah Tunku Abdul Rahman dari malaysia.
Pada 21 Agustus 1969, Israel secara brutal membakar Masjid al-Aqsha. Tentu saja tindakan tersebut memicu protes keras dari negara-negara muslim lain, desakan untuk segera diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pun semakin menguat. Nasser dan golongan nasionalis lain pun tidak dapat lagi mengabaikan seruan pan-Islamisme.
KTT Islam pertama akhirnya terselenggara pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat, Maroko. Para pemimpin di Rabat yakin bahwa rakyat mereka dapat membentuk suatu umat yang tidak dapat dipecah dan bertekad mengerahkan upaya bersama untuk membela kepentingan antar negara muslim.
Tekad ini melahirkan Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau Organization of the Islamic Conference (OIC), yang secara resmi diproklamasikan pada bulan Mei 1971.
Pada awal pembentukannya, terdapat empat tujuan utama dari OKI:

Untuk menggalang solidaritas Islam di kalangan para anggotanya. Konsolidasi dan kerjasama di kalangan para anggotanya di bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, iptek, dan bidang-bidang lain yang dianggap penting.
Melakukan konsultasi dan kerja sama di kalangan negara-negara anggota di berbagai organisasi internasional.
Mengeliminasi diskriminasi rasial dan kolonialisme dalam segala bentuknya. Struktur Keanggotaan Organisasi Konferensi Islam Berdasarkan Pasal VIII Piagam OKI, maka negara-negara yang secara otomatis menjadi anggota adalah yang memenuhi tiga persyaratan berikut:

a.   Semua negara yang berpartisipasi dalam KTT Islam pertama di Rabat.
b.   Semua negara yang berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri negara-negara Islam di Jeddah, Arab Saudi (23-25 Maret 1970) dan di Karachi Pakistan (26-28 Desember 1970).
c.   Semua negara yang ikut menandatangani dan mengesahkan Piagam OKI.
d.   Sementara negara-negara Islam yang tidak memenuhi sebagian atau semua persyaratan di atas, tetap dapat menjadi anggota OKI dengan mengajukan permohonan untuk bergabung dan permohonan itu harus disetujui minimal dua pertiga negara anggota OKI lainnya pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri pertama setelah perhomohan diajukan.
Selain syarat untuk menjadi anggota, OKI juga memiliki prinsip-prinsip keanggotaan sebagai berikut:

Ø  Adanya persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban di antara negara-negara anggota. Menghormati hak menentukan sendiri dan tidak campur tangan dalam masalah-masalah domestik yang terjadi di negara-negara anggota.

Ø  Menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah setiap negara anggota. Menyelesaikan setiap konflik yang muncul dengan menggunakan cara-cara damai seperti negosiasi, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.

Ø  Tidak mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah, persatuan nasional atau kemerdekaan politik negara anggota. Di dalam OKI terdapat tiga badan utama pengambil keputusan:
a)    pertama, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT);
b)    kedua, Konferensi Para Menteri Luar Negeri;
c)     Ketiga, Sekretariat Jenderal.
Namun, pada KTT di Taif, Arab Saudi (Januari 1981) diputuskan untuk mendirikan Mahkamah Hukum Islam Internasional sebagai organ keempat OKI. Mahkamah ini dirancang sebagai organ hukum utama dalam organisasi, dan untuk menyelesaikan sengketa di antara anggota.Fungsi pengambil keputusan tertinggi ada pada KTT. Di bawahnya adalah konferensi para Menlu.
Tingkat ketiga adalah Sekretariat Jenderal yang berkedudukan di Jeddah. Jabatan Sekjen dipilih oleh konferensi tingkat Menlu untuk jabatan empat tahun dan maksimal dua periode kepemimpinan.
Selain keempat badan tersebut, OKI juga membentuk komite khusus untuk menindaklanjuti kebijakan yang telah dibuat. Keenam badan tersebut adalah:
a.   Komite al-Quds.
b.   Komite Tetap Bidang Keuangan.
c.   Komite Islam untuk Masalah-Masalah ekonomi, Kebudayaan dan Sosial.
d.   Komite Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknik.
e.   Komite Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan.
f.    Komite kerja untuk Masalah-Masalah Informasi dan Kebudayaan.
Selain enam komite khusus yang telah disebutkan, OKI juga membentuk organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang ekonomi dan pembangunan, yakni:

a.      Bank Pembangunan Islam (IDB)
b.      Kamar Dagang, Industri dan Pertukaran Komoditi Islam.
c.      Yayasan Islam bagi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan.
d.      Pusat Latihan dan Riset Statistik, Ekonomi, dan Sosial Negara-Negara Islam.
e.      Pusat Islam bagi Riset dan Latihan Teknik dan Kejuruan.
f.       Pusat Islam bagi Pembangunan dan Perdagangan.
g.      Dewan Penerbangan Sipil Islami.
h.      Asosiasi Pemilik Kapal Islami.
Perkembangan Organisasi Konferensi Islam Pada awal pembentukannya, pendanaan OKI berasal dari sumbangan negara-negara anggota. Semula disepakati bahwa ukuran untuk menghitung sumbangan adalah pendapatan per kapita.
Akan tetapi dalam praktiknya, banyak negara yang tidak membayar sehingga OKI selalu kekurangan dana. Organisasi kerjasama antar pemerintah atau yang sering dikenal juga sebagai International Governmental Organization (IGO) telah menjadi bagian penting dalam hubungan internasional dewasa ini. Organisasi-organisasi ini pada umumnya memiliki jaringan luas yang berfungsi sebagai saluran kerjasama.
Perkembangan teknologi dan transportasi telah menjadikan IGO berkembang dengan pesat. Di dunia Islam, salah satu organisasi antar bangsa yang paling aktif adalah Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Pada awal pendiriannya OKI difokuskan untuk menemukan solusi konflik Timur Tengah, yang melibatkan Dunia Arab dan Israel. Akan tetapi dalam perkembangannya, OKI ikut mengurusi berbagai permasalahan di negara-negara mayoritas muslim atau pun minoritas muslim.

Latar Belakang Berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Kemunculan OKI tidak dapat dilepaskan dari adanya semangat Pan-Islamisme. Pan-Islamisme sendiri  merupakan teori politik yang dikembangkan oleh Jamaluddin al-Afghani dan murid-muridnya.Teori ini menekankan solidaritas antar umat Islam, dalam menghadapi dominasi ekonomi dan politik Barat.
Pada tahun 1940-an sampai 1950-an, Arab Saudi dan wilayah muslim di Anak Benua India memimpin upaya-upaya untuk mendirikan badan Islam internasional. Upaya ini digalakkan untuk menghadapi
oposisi dari rezim-rezim sekuler di Mesir, Turki, dan Iran. Konferensi Ekonomi Islam Internasional pertama berlangsung di Karachi pada 1949, dan yang kedua di Teheran pada 1950. Sementara Konferensi Ulama Muslim diselenggarakan pada 1952 di Karachi atas inisiatif mufti besar Palestina, Amin al-Husaini. Di dalam konferensi itu, ia menyerukan kesatuan Islam.
Meskipun seruan-seruan kesatuan Islam atau Pan-Islamisme telah dikumandangkan di tahun-tahun tersebut, tetapi kaum sekularis, sosialis, dan nasionalis regional belum siap mengatasi perbedaan dan menempa kesatuan atas dasar iman yang sama.
Baru pada tahun 1960-an, muncul upaya-upaya baru dalam membangun ikatan antar negara-negara muslim. Pangeran mahkota Saudi, yang nantinya menjadi Raja Faishal memimpin upaya baru ini. Ia berambisi membendung nasionalisme Arab.
Situasi berubah drastis pasca-Perang Arab-Israel atau sering disebut Perang Enam Hari. Dalam perang tersebut, Israel mengalahkan aliansi negara Arab yang terdiri dari Mesir, Yordania, dan Suriah.
Kekalahan aliansi Arab berbuntut pada pendudukan di beberapa wilayah Arab dan tempat-tempat suci di Yerusalem, salah satunya adalah Masjid al-Aqsha.
Di tengah kondisi yang semakin mendesak, Amin al-Husaini dan Raja Faishal segera menyerukan konferensi tingkat tinggi Islam. Seruan itu mendapat sambutan hangat dari beberapa pemimpin muslim lain, salah satunya adalah Tunku Abdul Rahman dari malaysia.
Pada 21 Agustus 1969, Israel secara brutal membakar Masjid al-Aqsha. Tentu saja tindakan tersebut memicu protes keras dari negara-negara muslim lain, desakan untuk segera diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pun semakin menguat. Nasser dan golongan nasionalis lain pun tidak dapat lagi mengabaikan seruan pan-Islamisme.
organisasi konferensi islam Kolonel Qadhafi dan Presiden Gamal Abdul Nasser tiba di Rabat KTT Islam pertama akhirnya terselenggara pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat, Maroko. Para pemimpin di Rabat yakin bahwa rakyat mereka dapat membentuk suatu umat yang tidak dapat dipecah dan bertekad mengerahkan upaya bersama untuk membela kepentingan antar negara muslim.
Tekad ini melahirkan Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau Organization of the Islamic Conference (OIC), yang secara resmi diproklamasikan pada bulan Mei 1971.

Pada awal pembentukannya, terdapat empat tujuan utama dari OKI:
Untuk menggalang solidaritas Islam di kalangan para anggotanya. Konsolidasi dan kerjasama di kalangan para anggotanya di bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, iptek, dan bidang-bidang lain yang dianggap penting.
Melakukan konsultasi dan kerja sama di kalangan negara-negara anggota di berbagai organisasi nternasional. Mengeliminasi diskriminasi rasial dan kolonialisme dalam segala bentuknya. Struktur Keanggotaan Organisasi Konferensi Islam organisasi konferensi Islam Bendera OKI Berdasarkan Pasal VIII Piagam OKI, maka negara-negara yang secara otomatis menjadi anggota adalah yang memenuhi tiga persyaratan berikut:
     Semua negara yang berpartisipasi dalam KTT Islam pertama di Rabat.
     Semua negara yang berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri negara-negara Islam di Jeddah, Arab Saudi (23-25 Maret 1970) dan di Karachi Pakistan (26-28 Desember 1970).
     Semua negara yang ikut menandatangani dan mengesahkan Piagam OKI.
     Sementara negara-negara Islam yang tidak memenuhi sebagian atau semua persyaratan di atas, tetap dapat menjadi anggota OKI dengan mengajukan permohonan untuk bergabung dan permohonan itu harus disetujui minimal dua pertiga negara anggota OKI lainnya pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri pertama setelah perhomohan diajukan.
Selain syarat untuk menjadi anggota, OKI juga memiliki prinsip-prinsip keanggotaan sebagai berikut:
        Adanya persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban di antara negara-negara anggota. Menghormati hak menentukan sendiri dan tidak campur tangan dalam masalah-masalah domestik yang terjadi di negara-negara anggota.
        Menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah setiap negara anggota.
        Menyelesaikan setiap konflik yang muncul dengan menggunakan cara-cara damai seperti negosiasi, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
        Tidak mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah, persatuan nasional atau kemerdekaan politik negara anggota.
Di dalam OKI terdapat tiga badan utama pengambil keputusan: pertama, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT); kedua, Konferensi Para Menteri Luar Negeri; Ketiga, Sekretariat Jenderal. Namun, pada KTT di Taif, Arab Saudi (Januari 1981) diputuskan untuk mendirikan Mahkamah Hukum Islam Internasional sebagai organ keempat OKI.
Mahkamah ini dirancang sebagai organ hukum utama dalam organisasi, dan untuk menyelesaikan sengketa di antara anggota. Fungsi pengambil keputusan tertinggi ada pada KTT. Di bawahnya adalah konferensi para Menlu.
Tingkat ketiga adalah Sekretariat Jenderal yang berkedudukan di Jeddah. Jabatan Sekjen dipilih oleh konferensi tingkat Menlu untuk jabatan empat tahun dan maksimal dua periode kepemimpinan.
Selain keempat badan tersebut, OKI juga membentuk komite khusus untuk menindaklanjuti kebijakan yang telah dibuat. Keenam badan tersebut adalah:
a.   Komite al-Quds.
b.   Komite Tetap Bidang Keuangan.
c.   Komite Islam untuk Masalah-Masalah ekonomi, Kebudayaan dan Sosial.
d.   Komite Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknik.
e.   Komite Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan.
f.    Komite kerja untuk Masalah-Masalah Informasi dan Kebudayaan.
Selain enam komite khusus yang telah disebutkan, OKI juga membentuk organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang ekonomi dan pembangunan, yakni:
1.      Bank Pembangunan Islam (IDB)
2.      Kamar Dagang, Industri dan Pertukaran Komoditi Islam.
3.      Yayasan Islam bagi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan.
4.      Pusat Latihan dan Riset Statistik, Ekonomi, dan Sosial Negara-Negara Islam.
5.      Pusat Islam bagi Riset dan Latihan Teknik dan Kejuruan.
6.      Pusat Islam bagi Pembangunan dan Perdagangan.
7.      Dewan Penerbangan Sipil Islami.
8.      Asosiasi Pemilik Kapal Islami.


Perkembangan Organisasi Konferensi Islam
Pada awal pembentukannya, pendanaan OKI berasal dari sumbangan negara-negara anggota. Semula disepakati bahwa ukuran untuk menghitung sumbangan adalah pendapatan per kapita. Akan tetapi dalam praktiknya, banyak negara yang tidak membayar sehingga OKI selalu kekurangan dana.
Dilaporkan, pada tahun 1986 Sekretaris Jenderal OKI telah bersiap membeberkan dalam KTT tahun 1987, jika para anggota OKI tidak bersedia membayar sumbangan maka ia dan stafnya akan dengan senang hati menutup organisasi dan kembali kepada pekerjaan masing-masing.
Terkait kabar tersebut, Arab Saudi menolong OKI apabila sedang kekurangan dana, dan terus berlanjut hingga sekarang. Saudi juga memberikan bekas istana kerajaan sebagai kantor sekretariat. Saudi sendiri memandang OKI sebagai tempat yang tepat untuk memberikan pengaruh lebih aktif dan luas dibandingkan di forum-forum lain.
Hingga tahun 2016, OKI mempunyai 57 anggota, termasuk Palestina,  Nigeria, Azerbaijan dan Albania. Siprus Turki dan Front Pembebasan Bangsa Moro (MNLF) secara teratur hadir sebagai peninjau. PBB, Organisasi Persatuan Afrika, dan Liga Arab juga secara teratur mengirimkan utusan tingkat tingginya.
Selain itu Liga Dunia Muslim, Masyarakat Dakwah Islami, dan Majelis Pemuda Muslim se-Dunia, masuk sebagai anggota OKI dari unsur non-pemerintah.
Sampai tahun tahun 2016, OKI telah mengadakan 13 kali KTT, yaitu di Rabat (1969, Lahore (1974), Ta’if/Mekkah (1981), Casablanca (1984), Kuwait (1987), Dakar (1991), Casablanca (1994), Teheran (1997), Doha (2000), Putrajaya, Malaysia (2003), Dakar (2008), Kairo (2013), dan Turki (2016).
Selain KTT rutin, OKI tercatat telah 5 kali menyelenggarakan KTT luar biasa, yakni di Islamabad (1997), Doha (2003), Mekkah (2005 dan 2012), dan Jakarta (2016). KTT luar biasa diselenggarakan jika ada masalah-masalah mendesak yang perlu segera diselesaikan.
Dalam perkembangannya OKI seringkali dianggap hanya mewakili kepentingan negara-negara Arab yang kaya (yang notabene lebih pro-Barat)), karena dari sisi finasnial, OKI memang sangat bergantung pada mereka. Oleh karena itu, OKI lebih sering terlihat bersikap pasif terhadap persoalan-persolan yang dihadapai negara-negara Islam, seperti kasus-kasus Bosnia, Kashmir, Palestina, dan Chechnya.
Sikap pasif ini lah yang menyebabkan OKI belum mampu menunjukkan diri sebagai salah satu kekuatan yang diperhitungkan dalam peta politik internasional.
Setidaknya terdapat dua hambatan, yang dihadapi OKI hingga saat ini. Keanggotaan OKI meskipun sama-sama mendasarkan diri atas pan-Islamisme (yang belakangan mulai abu-abu dengan diterimanya Suriname sebagai anggota ke-54 OKI), dalam kenyataannya sangat heterogen, baik secara kultural, geografis, bahkan ideologis.
Kedua, dominasi pendanaan OKI dari negara-negara Arab kaya (pro-Barat), menyebabkannya menjadi organisasi pasif apabila berbenturan dengan kepentingan Barat. Hal ini terlihat jelas dari ketidakberdayaan OKI dalam menghadapi kasus-kasus konflik Iran-Libya-Irak-Sudan-Suriah di satu sisi dan Barat di sisi lain.

Kontribusi OKI
Jika menelaah resolusi yang telah dikeluarkan oleh OKI selama ini, terlihat bahwa organisasi tersebut telah menjadi forum alami untuk mengangkat masalah-masalah yang mempengaruhi dunia Islam.
Namun, OKI sangat selektif dalam memilih masalah mana yang akan ditanganinya jika permasalahan itu di luar isi resolusi. Di bidang politik, Oki secara teratur menyerukan penarikan tentara Israel dari wilayah Palestina, pengakuan hak orang Palestina, dan Palestine Liberation Operation (PLO) sebagai perwakilan sahnya.
Oki juga bekerja aktif meski tanpa banyak efektif praktis melalui Komite Perdamaian Islam yang didirikan pada 1981, untuk mencoba mengakhiri konflik Israel dan Dunia Arab.
OKI berpengaruh pula dalam mengkordinasi gerakan oposisi internasional terhadap serbuan Soviet ke Afghanistan. Di tempat lain, sekretaris jenderal menawarkan untuk menengahi perang saudara di Somalia dan mengecam pemerintah India atas ketidakmampannya melindungi kaum muslim setelah perusakan Masjid Babri di Ayodzya pada akhir 1992.
Di bidang budaya, OKI secara aktif mendukung pendidikan bagi komunitas muslim di seluruh dunia. Melalui dana Soidaritas Islam, organisasi ini telah membantuk mendirikan universitas Islam di Malaysia, Niger, Uganda, dan Bangladesh.  Selain bidang politik dan budaya, OKI juga mendukyng minoritas muslim di seluruh dunia, terutama mereka yang didiskriminasi. Oleh karena itu, OKI aktif mendukung kaum minoritas di Bulgaria dan Filipina.

4. Gerakan Non Blok
Gerakan Non Blok (GNB) dibentuk oleh beberapa negara yang cinta damai dan ingin berperan aktif dalam mencari solusi terbaik dalam rangka menciptakan perdamaian dan keamanan dunia.
Pertentangan atau rivalitas antara Blok Barat dan Blok Timur semakin memuncak. Meskipun pertentangan itu belum sampai menyebabkan terjadinya peperangan secara terbuka, namun perang dingin antara kedua blok telah menimbulkan ketegangan sehingga mengganggu ketertiban dan perdamaian dunia.
Dengan demikian, gagasan untuk mendirikan GNB merupakan upaya cerdas untuk meredakan ketegangan, sekaligus mewujudkan kehidupan dunia yang tertib, aman, dan damai berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan untuk menentukan cita-citanya.
Untuk meredakan ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur, beberapa negarawan dari Indonesia, India, dan Yugoslavia mengadakan pertemuan di pulau Brioni, Yugoslavia dan berhasil mencetuskan ide pembentukan Gerakan Non Blok (GNB).
Beberapa tokoh yang dianggap sebagai pemrakarsa berdirinya GNB adalah:
a.   Presiden Soekarno (Indonesia),
b.   Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia),
c.   Presiden Gamal Abdul Naser (Mesir),
d.   Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India), dan
e.   Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana).

Mereka sepakat menggalang solidaritas untuk mengenyahkan kolonialisme dalam segala bentuknya dan mereka menentukan sikap bersama terhadap perang dingin.
Oleh karena itu dirasakan perlu membentuk organisasi yang tidak terikat kepada salah satu blok yang sedang terlibat perang dingin. Pada tahun 1961 ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur semakin memuncak, ketika dibangun tembok Berlin untuk membelah kota Berlin.
Ketegangan semakin memuncak, ketika pada tahun yang sama timbul krisis di Kuba, setelah Uni Soviet membangun pangkalan rudal di negara itu.
Ketegangan tersebut ikut mendorong terbentuknya GNB. Pada tahun 1961 berlangsung pertemuan persiapan KTT I GNB di Kairo. Pertemuan itu berhasil mengangkat 5 (prinsip) prinsip yang menjadi dasar GNB. Dari kelima prinsip itu memuat dua hal yang menjadi perhatian utama GNB, yaitu kolonialisme dan negara superpower.
Adapun kelima prinsip tersebut adalah:
a.   Tidak berpihak terhadap salah satu dari dua blok, yaitu Blok Barat dan Blok Timur.
b.   Berpihak terhadap perjuangan anti kolonialisme.
c.   Menolak ikut serta dalam berbagai bentuk aliansi militer.
d.   Menolak aliansi bilateral dengan negara super power.
e.   Menolak pendirian basis militer negara super power di wilayah masingmasing.

Adapun tujuan berdirinya GNB dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
o   Tujuan ke dalam, yaitu mengusahakan kemajuan dan pengembangan ekonomi, sosial, dan politik yang jauh tertinggal dari negara-negara maju.
o   Tujuan ke luar, yaitu berusaha meredakan ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur menuju terwujudnya dunia yang tertib, aman, dan damai.
o   Untuk mencapai tujuan tersebut, negara-negara non blok menye-lenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT). Pokok pembicaraan KTT adalah membahas persoalan-persoalan yang berhubungan dengan tujuan GNB dan membahas peristiwa-peristiwa internasional yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan dunia.
Serangkaian KTT GNB adalah sebagai berikut:
a.      KTT GNB I di Beograd (Yugoslavia), 1-6 September 1961.
b.      KTT GNB II di Kairo (Mesir), 5-10 Oktober 1964.
c.      KTT GNB III di Lusaka (Zambia), 8-10 September 1970.
d.      KTT GNB IV di Aljir (Aljazai), 5-9 Agustus 1973.
e.      KTT GNB V di Kolombo (Sri Langka), 16-19 September 1976.
f.       KTT GNB VI di Havana (Kuba), 3-9 September 1979.
g.      KTT GNB VII di New Delhi (India), 7-12 Maret 1983.
h.      KTT GNB VIII di Harare (Zibabwe), 1-6 September 1986.
i.       KTT GNB IX di Beograd (Yugoslavia), 4-7 September 1989.
j.       KTT GNB X di Jakarta (Indonesia), 1-6 September 1992.
k.      KTT GNB XI di Cartagena (Kolumbia), 16-22 Oktober 1995.
l.       KTT GNB XII di Durban (Afrika Selatan), 1-6 September 1998.
m.     KTT GNB XIII di Kualalumpur (Malaysia), 20-25 Februari 2003.

Tahun 1989, negara-negara Blok Timur di bawah pimpinan Uni Sovyet mengalami keruntuhan. Uni Sovyet pecah menjadi Rusia dan 14 negara kecil lainnya. Tembok Berlin dihancurkan dan Pakta Warsawa dibubarkan.
Dengan demikian, era ’perang dingin’ sebagai penyebab timbulnya ketegangan dunia pun berakhir. Namun dalam kenyataannya, ketegangan-ketegangan yang mengamcam ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia masih terus berlanjut, terutama karena sikap arogan Amerika Serikat yang ingin menjadi pemimpin dunia.
Semua negara dipaksa untuk tunduk kepadanya. Berdasarkan perkembangan dunia, terutama berakhirnya perang dingin bukan berarti GNB harus dibubarkan. Masih banyak persoalan dunia yang harus segera dipecahkan.
Misalnya, masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan sosial, penindasan hak asasi manusia. Oleh karena itu, peranan dan fungsi GNB masih relevan dengan perkembangan dunia yang terjadi.
Bedanya, pada waktu yang lalu GNB berorientasi pada masalah-masalah politik, maka pada saat ini GNB berorientasi pada masalah-masalah sosial-ekonomi yang timbul sebagai dampak globalisasi. Artinya, untuk membangun kehidupan yang berkeadilan merupakan salah tugas berat GNB yang harus  diperjuangkan pada waktu sekarang dan yang akan datang.

5. Konferensi Asia-Afrika
Pemerintah Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tanggal 18-24 April 1955 di Bandung. Keberhasilan itu merupakan suatu prestasi besar karena diselenggarakan di tengah-tengah maraknya gerakan separatis dan keadaan pemerintahan yang tidak stabil.
Penyelenggaraan KAA didasarkan pada beberapa kejadian yang melanda dunia, sekaligus sebagai latar belakang pelaksanaan KAA sebagai berikut:
        Pertentangan antara Blok Barat (kapitalis) dan Blok Timur (komunis) yang mengancam ketertiban dan perdamaian dunia.
        Sebagian besar negara-negara Asia dan Afrika yang menjadi korban imperialisme-kolonialisme negara-negara Barat.
        Perlunya kerjasama antara negara-negara Asia dan Afrika dalam menghadapi masalah pembangunan ekonomi, sosial, pendidikan, dan kebudayaan.
        Pelaksanaan politik aparheid (diskriminasi) di beberap negara, terutama di Afrika Selatan.
Pada tanggal 25 Agustus 1953, PM Ali Sastroamidjojo menyatakan pentingnya kerjasama negara-negara Asia dan Afrika di depan DPR. Kerja sama itu akan memperkuat usaha ke arah terciptanya perdamaian dunia yang kekal.
Kerjsama antara negara-negara Asia dan Afrika tersebut sesuai dengan aturan-aturan PBB. Pernyataan Ali Sastroamdjojo tersebut mencerminkan bahwa prakarsa penyelenggaraan KAA adalah Indonesia.
Ide tersebut mendapat sambutan yang positif dari negara-negara India, Pakistan, Sri Langka, dan Birma (Myanmar). Kelima negara itu, kemudian menjadi sponsor penyelenggaraan KAA.
Untuk mempersiapkan KAA, kelima negara di atas menyelenggarakan konferensi pendahuluan, yaitu:
A.   Konferensi Kolombo
Konferensi Kolombo dilaksanakan di Sri Langka pada tanggal 28 April s/d 2 Mei 1954. Tujuannya adalah membahas masalah Vietnam dalam menghadapi Konferensi Jenewa pada tahun 1954. Kemudian berkembang gagasan baru, setelah Indonesia melontarkan pentingnya menyelenggarakan KAA.
Meskipun diwarnai sikap yang agak ragu-ragu, konferensi berhasil memutuskan hal-hal sebagai berikut:
        Indocina harus dimerdekakan dari penjajahan Perancis.
        Menuntut kemerdekaan bagi Tunisia dan Marroko.
        Menyetujui dilaksanakannya KAA dan menugaskan Indonesia untuk menyelidiki kemungkinan KAA itu.
B.   Konferensi Bogor (Pancanegara)
Sesuai hasil putusan Konferensi Kolombo, Indonesia kemudian melakukan pendekatan diplomatik kepada 18 negara Asia dan Afrika. Pemerintah Indonesia ingin mengetahui tanggapan negara-negara tersebut terhadap ide penyelenggaraan KAA.
Ternyata, negara-negara yang dihubungi menyambut baik dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumahnya. Sebagai tindak lanjut, Indonesia mengadakan Konferensi Bogor pada 28-29 Desember 1954 dengan mengundang peserta Konferensi Kolombo.

Konferensi Bogor dihadiri tokoh-tokoh penting, yaitu:
     Mr. Ali Sastroamidjojo (PM Indonesia),
     Pandit Jawaharlal Nehru (PM India),
     Mohammad Ali (PM Pakistan),
     U Nu (PM Birma/Myanmar), dan
     Sir John Kotelawala (PM Sri Langka).

Konferensi tersebut membicarakan persiapan-persiapan terakhir pelaksanaan KAA. Kesepakatan yang dihasilkan dalam Konferensi Bogor adalah sebagai berikut:
        KAA akan diselenggarakan di Bandung pada 18-24 April 1955.
        KAA akan diikuti oleh 30 negara sebagai peserta.
        Menetapkan rancangan agenda KAA.
        Merumuskan tujuan-tujuan pokok KAA.
 
http://www.pembelajaranku.com/2017/12/peran-aktif-indonesia-di-lembaga-regional-dan-internasional.html
KAA dilaksanakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955 dan dibuka oleh Presiden Soekarno. Setelah Presiden Soekarno mengakhiri pidatonya, para peserta secara aklamasi menyetujui pimpinan rapat sebagai berikut:
     Ketua Konferensi : Mr. Ali Sastroamidjojo
     Sekretaris Jenderal : Ruslan Abdulgani
     Ketua Komite Politik : Mr. Ali Sastroamidjojo
     Ketua Komite Ekonomi : Prof. Ir. Roeseno
     Ketua Komite Kebudayaan : Mr. Muhammad Yamin.

Adapun tujuan dilaksanakan KAA adalah sebagai berikut:
a.    Mewujudkan kehendak baik, kerjasama, persahabatan, dan hubungan antar bangsa Asia dan Afrika.
b.   Mempertimbangkan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
c.   Mempertimbangkan masalah-masalah khusus, seperti kedaulatan nasionalisme, rasialisme, dan kolonialisme.
d.   Meningkatkan peran Asia dan Afrika dalam memajukan kerjasama dan perdamaian dunia.
Secara umum, KAA berjalan lancar, meskipun ada beberapa kendala yang telah diduga sebelumnya. Kendala itu sebagai akibat perbedaan sistem politik masing-masing peserta. Filipina, Thailand, Pakistan, dan Turki adalah negara-negara yang pro Barat. Cina dan Vietnam Utara adalah negara-negara yang pro komunis. Sedangkan Indonesia, India, Mesir, dan Birma adalah negara-negara yang bersikap netral.
Pada tanggal 24 April 1955, konferensi berhasil mengeluarkan kesepakatan yang berisi lima butir pernyataan:
a)      Kerjasama di bidang ekonomi,
b)      Kerjasama di bidang kebudayaan,
c)      Hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri,
d)      Masalah segenap rakyat terjajah, serta
e)      Masalah perdamaian dan kerjasama dunia.
Di samping itu, konferensi berhasil merumuskan sepuluh prinsip yang dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung, yaitu:
a.       Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan, serta asas-asas yang termuat dalam piagam PBB.
b.      Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsabangsa, baik besar maupun kecil.
c.       Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa-bangsa besar maupun kecil.
d.      Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri negara lain.
e.      Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
f.       (a) Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu dari negara-negara besar. (b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
g.      Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman-ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
h.      Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, arbitrase atau penyelesaian hakim sesuai dengan piagam PBB.
i.        Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
j.       Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Pelaksanaan KAA membawa beberapa perubahan, baik bagi Indonesia, negera-negara Asia dan Afrika, maupun dunia.
1) Bagi Indonesia

        Indonesia mendapat dukungan dari negara-negara Asia dan Afrika dalam merebut kembali Irian Barat.
        Politik luar negeri bebas aktif Indonesia mulai diikuti oleh negara-negara yang memihak blok Barat atau Timur.

2) Bagi negara-negara Asia dan Afrika

        Perjuangan negara-negara Asia dan Afrika untuk memperoleh kemerdekaan semakin meningkat.
        Kedudukan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika semakin meningkat dalam percaturan politik internasional.
        Terciptanya hubungan dan kerjasama antara bangsa-bangsa dan negara-negara Asia dan Afrika dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

3). Bagi dunia

        Berkurangnya ketegangan antara blok Barat dan blok Timur.
        Amerika Serikat dan Australia mulai menghapus politik ras diskri-minasi.
        Negara-negara imperialis-kolonialis mulai melepaskan negara-negara jajahannya.

KAA telah berhasil menggalang solidaritas antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Dasasila Bandung berhasil membakar semangat dan memperkuat moral bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang sedang berjuang mencaai kemerdekaan.
Sebelum KAA, di Afrika hanya terdapat lima negara yang merdeka, yaitu Mesir, Libya, Ethiopia, Liberia, dan Afrika Selatan. Setelah KAA sampai tahun 1965, tercatat 33 negara di Afrika memperoleh kemerdekaannya.

SUMBER :
https://12destia.blogspot.com/2012/09/tujuan-dan-tugas-lbb.html
http://www.pembelajaranku.com/2017/12/peran-aktif-indonesia-di-lembaga-regional-dan-internasional.html



0 komentar:

Posting Komentar