Senin, 20 Januari 2020

TEATER TRASISIONAL DEFINISI,CIRI,JENIS ,UNSUR & CONTOH

Teater Tradisional

https://www.kata.co.id/Seni/Contoh-Teater-Tradisional/2325

1.   Pengertian Teater Tradisional.
Sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman tersebut, terdapat tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Dimana Teater tradisional adalah merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat.
Penyebutan teater pada saat itu sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda- beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.

Pengertian / Definisi Teater Tradisional
Teater tradisional atau yang juga dikenal dengan istilah “Teater daerah” adalah merupakan suatu bentuk pertunjukan dimana para pemainnya berasal dari daerah setempat dengan membawakan cerita yang bersumber dari kisah-kisah yang sejak dulu telah berakar dan dirasakan sebagai milik sendiri oleh setiap masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut, misalnya mitos atau legenda dari daerah itu. Dalam teater tradisional, segala sesuatunya disesuaikan dengan kondisi adat istiadat, diolah sesuai dengan keadaan sosial masyarakat, serta struktur geografis masing-masing daerah. Teater Tradisional mempunyai ciri-ciri yang spesifik kedaerahan dan menggambarkan kebudayaan lingkungannya.

Ciri-Ciri Teater Tradisional
Teater tradisional tiap-tiap daerah memiliki keunikan yang berbeda-beda. Namun, secara umum teater tradisional memiliki ciri-ciri yang bersifat sama (kecuali teater transisi), yaitu :
1.   Tidak ada Naskah
Teater tradisional biasanya tidak menggunakan naskah. Para pelaku hanya diberi garis besar ceritanya (Wos). Mereka berbicara secara spontan mengikuti pembicaraan pelaku lain. Oleh karena itu, pelaku dituntut bisa berimprovisasi. Jika tidak bisa, jalannya pertunjukan akan tersendat-sendat.
2.   Persiapan Dilakukan Secara Sederhana
Pada umumnya teater tradisional tidak memiliki perencanaan yang formal dan tidak ada penjadwalan secara rinci. Persiapan, latihan, dan persiapan dilaksanakan secara sederhana. Misalnya, persiapan dilakukan tanpa menggunakan naskah, pelaku hanya diberi garis besar ceritanya. Sutradara tidak membuat perencanaan latihan secara formal, latihan hanya dilakukan pada saat akan pentas. Pada saat pelaksanaan, persiapan peralatan pun dilakukan secara sederhana. Dekorasi, tata rias, tata busana, tata lampu, dan tata musik dipersiapkan secara sederhana juga.
3.   Ceritanya Monoton
Cerita teater tradisional biasanya monoton, tidak beragam dan tidak bervariasi seperti bervariasinya kehidupan manusia. Biasanya cerita diambil dari cerita rakyat daerah setempat, seperti dongeng, hikayat, atau cerita kepahlawanan (epos) daerah setempat. Ini berbeda dengan teater modern yang ceritanya lebih bervariasi. Teater modern bercerita tentang segala aspek kehidupan manusia, seperti keagamaan, ekonomi, kemasyarakatan dan budaya.
4.   Menyatu dengan Masyarakat
Teater tradisional bersifat fleksibel, artinya pertunjukan itu bisa dilaksanakan dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa menyatu dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena teater tradisonal tidak memerlukan perlengkapan yang kompleks.
Jenis Teater Tradisional
Berikut ini terdapat beberapa jenis Teater Tradisional, terdiri atas:
1.   Teater rakyat
Sifat teater rakyat sama halnya seperti tradisional, yaitu improvisasi, sederhana, spontan dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contohnya antara lain: Makyong dan Mendu didaerah Riau dan Kalimantan Barat, Randai dan Bakaba di Sumatera Barat, Ketoprak, Srandul, Jemblung di Jawa Tengah dan lain sebagainya.
2.   Teater Klasik
Sifat teater ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang terlatih, gedung pertunjukkan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan. Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contohnya: wayang kulit, wayang orang dan wayang golek. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya tarik berkat kretatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan lakon.
3.   Tetaer Transisi
Teater transisi merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Jenis teater seperti komedi istambul, sandiwara dardanela, srimulat dan sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan ludruk atau ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern. Musik, dekor dan properti lain menggunakan tehnik barat.
Unsur-Unsur Teater Tradisional
Berikut ini terdapat beberapa unsur-unsur teater tradisional, terdiri atas:
1.   Tema
Tema adalah pikiran pokok yang mendasari kisah drama. Pikiran pokok tersebut di kembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang seru dan menarik.  Tema dapat di persempit menjadi topik kemudian topik tersebut di kembangkan menjadi kisah dalam teater dengan dialpg-dialognya. Sementara itu, judul dapat diambil dari isi ceritanya.
2.    Plot
Plot adalah rangkaian peristiwa atau jalan kisah dalam drama. Plot terdiri atas konflik yang berkembang secara bertahap, dari sederhana menjadi kompleks, klimaks, sampai penyelesaian. Tahapan plot yaitu sebagai berikut:
·         Eksposisi
Perkenalan tokoh melalui adegan-adegan dan dialog yang mengantarkan penonton pada keadaan yang nyata.
·         Konflik
Pada tahapan ini mulai ada kejadian atau peristiwa atau insiden yang melibatkan tokoh dalam masalah.
·         Komplikasi
Insiden yang terjadi mulai berkembang dan menimbulkan konflik semakin banyak, rumit dan saling terkait tetapi belum tampak pemecahan masalahnya.
·         Klimaks
Berbagai konflik telah sampai pada puncaknya atau puncak ketegangan bagi para penonton. Disinilah konflik atau pertikaian antar tokoh semakin memanas.
·         Penyelesaian
Tahap ini merupakan akhir penyelesaian konflik. Disini, penentuan ceritanya akan berakhir menyenangkan, mengharukan, tragis, atau menimbulkan sebuah teka-teki bagi para penonton.
3.    Penokohan
Penokohan dalam teater mencakup beberapa hal di antaranya sebagai berikut:
·         Aspek Fsisikologis
Aspek ini berkaitan dengan penamaan, pameran dan keadaan fisik tokoh. Keadaan fisik antara lain tinggi, pendek, warna rambut, rambut panjang, gemuk, kurus atau warna kulit.
·         Aspek Sosiologis
Aspek ini berkaitan dengan keadaan sosial tokoh, yaitu interaksi atau peran sosial tokoh dengan tokoh lain.
·         Aspek sosiologis
Aspek ini berkaitan dengan karakter yaitu keseluruhan ciri-ciri jiwa atau kepribadian seorang tokoh. Jenis karakter dalam sebuah pementasan teater antara lain protagonis, antagonis, figuran serta tritagonis.
Penokohan/karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/kepribadian pelaku utama. Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Penokohan berhubungan dengan nama pelaku, jenis kelamin, usia, bentuk fisik, dan kejiwaannya. Perwatakan berhubungan dengan sifat pelaku. Dalam teater penokohan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu:
1.     Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang pertama kali mengambil prakarsa dalam cerita. Tokohprotagonis adalah tokoh yang pertama mengalami benturan-benturan atau masalah, memiliki sifatyang baik sehingga penonton biasanya berempati.
2.     Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang tokoh protagonis atau tokoh yang menentang cerita. Tokoh antagonis biasanya memiliki sifat jahat.
3.     Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah serta pendamai dua pihak (tokoh protagonis dan tokohantagonis) dan penyelesaian ketegangan.
4.    Dialog
Dialog adalah percakapan antar tokoh (yang bersamaan dalam satu gerak atau adegan) untuk merangkai jalannya kisah. Dialog harus mendukung karakter tokoh, mengarahkan plot dan mengungkap makna yang tersirat.
5.    Bahasa
Bahasa merupakan bahan dasar naskah atau skenario dalam wujud kata dan kalimat. Kata dan kalimat harus dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara komunikatif dan efektif
6.    Ide dan Pesan
Ide dan pesan dalam pertunjukan harus bisa di tuliskan oleh penulis dan di implementasikan di atas panggung oleh pemeran. Ide bisa di dapat dengan cara merekayasa secara logis, sehingga selain dapat menghibur, pementasan teater juga menampilkan pesan moral melalui nilai-nilai pendidikan.
7.    Setting
Setting atau latar adalah keadaan tempat dan suasana terjadinya suatu adegan di panggung. Setting ini bisa mencakup tata panggung dan tata lampu.



11 Jenis Teater Tradisional Indonesia atau Nusantara
 Lenong

Lenong merupakan teater tradisional Betawi. Ada dua bentuk Lenong; Lenong Denes dan Lenong Preman. Tontonan Lenong Denes (yang lakonnya tentang raja-raja dan pangeran), sekarang sudah jarang kita jumpai, karena hampir tidak ada penerusnya. Pertunjukan lenong Preman (yang lakonnya tentang rakyat jelata), seperti yang kita kenal sekarang, pada mulanya, dimainkan semalam suntuk. Karena jaman berkembang dan tuntutan keadaan, maka terjadi perubahan-perubahan. Bersamaan dengan diresmikannya Pusat Kesenian Jakarta- Taman Ismail Marzuki, lenong yang tadinya hanya dimainkan di kampung-kampung, oleh SM. Ardan, dibawa ke Taman Ismail Marzuki, tapi waktu pertunjukannya diperpendek menjadi satu atau dua setengah jam saja.Teater tradisional Betawi yang lain; Topeng Betawi, Topeng Blantek dan Jipeng (Jinong).
·         Lenong menggunakan musik Gambang Kromong
·         Topeng Betawi menggunakan musik Tabuhan Topeng Akar
·         Topeng Blantek menggunakan musik Tabuhan Rebana Biang
·         Jipeng atau Jinong menggunakan musik Tanjidor
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi. Berdasarkan sejarahnya, Lenong mendapat pengaruh dari teater Bangsawan.


2.    Longser

Salah satu teater tradisional di Jawa Barat disebut Longser. Ada yang berpendapat, bahwa kata Longser berasal dari kata Melong (melihat) dan seredet (tergugah). Diartikan bahwa siapa yang melihat (menonton) pertunjukan hatinya akan tergugah. Sebagaimana dengan tontonan teater tradisional yang lain, tontonan Longser juga bersifat hiburan. Sederhana, jenaka dan menghibur. Tontonan Longser bisa diselenggarakan di mana saja, karena tanpa dekorasi yang rumit. Dan penonton bisa menyaksikannya dengan duduk melingkar.


3.    Ketoprak


Teater Tradisional yang paling populeh di Jawa Tengah adalah Ketoprak. Pada mulanya Ketoprak hanyalah permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung di bulan Purnama, yang disebut gejogan. Pada perkembangannya menjadi suatu bentuk tontonan teater tradisional yang lengkap. Semula disebut ketoprak lesung, kemudian dengan dimasukkannya musik gendang, terbang, suling, nyanyian dan lakon yang menggambarkan kehidupan rakyat di pedesaan, maka lengkaplah Ketoprak sebagaimana yang kita kenal sekarang, yang pertama kali dipentaskan sekitar tahun 1909.


4.     Ludruk






Ludruk merupakan teater tradisional Jawa Timur yang bersifat kerakyatan. Asal-muasalnya dari Jombang. Menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timuran. Pada perkembangannya, Ludruk menyebar ke daerah-daerah di sebelah barat, karesidenan Madiun, Kediri hingga ke Jawa Tengah. Pada tontonan Ludruk, semua perwatakan dimainkan oleh laki-laki. Cerita yang dilakonkan biasanya tentang sketsa kehidupan rakyat atau masyarakat, yang dibumbui dengan perjuangan melawan penindasan. Unsur parikan di dalam Ludruk pengaruhnya sangat besar. Misalnya, parikan yang dilantunkan oleh Cak Durasim di zaman penjajahan Jepang, yang membuat Cak Durasim berurusan dengan kempetei Jepang. Begini bunyi parikan itu:
“Pagupon omahe doro melok Nipon tambah soro” Yang artinya, kira-kira begini: (Pagupon rumahnya burung dara Ikut Nipon (Jepang) tambah sengsara).


5.    Arja




di Bali cukup banyak bentuk teater tradisional. Di antara yang banyak itu, salah satunya adalah Arja. Arja juga merupakan teater tradisional Bali yang bersifat kerakyatan. Penekanan pada nontonan Arja adalah tarian dan nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki-laki, tapi pada perkembangannya lebih banyak pemain wanita, karena penekanannya pada tari. Arja umumnya mengambil lakon dari Gambuh, yaitu; yang bertolak dari cerita Gambuh. Namun pada perkembangannya dimainkan juga lakon dari Ramayana dan Mahabharata. Tokoh- tokoh yang muncul dalam Arja adalah Melung (Inye, Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Raja Putri, Limbur atau Prameswari, mantri dan lain sebagainya.


6.    Kemidi Rudat



kebudayaan Melayu. Irama musiknya pun bernuansa Melayu. Dengan instrumen musik rebana, tambur, biola dan gamelan. Bahkan lakon-lakonnya pun bersumber dari cerita Melayu lama
dan dialognya diucapkan dalam bahasa Melayu.


7.    Kondobuleng


Kondobuleng merupakan teater tradisional yang berasal dari suku Bugis, Makassar. Kondobuleng berasal dari kata kondo (bangau) dan buleng (putih). Kondobuleng berarti bangau putih. Tontonan Kondobuleng ini mempunyai makna simbolis. Sebagaimana teater tradisional umumnya, tontonan Kondobuleng juga dimainkan secara spontan. Ceritanya simbolik, tentang manusia dan burung bangau. Dan dimainkan dengan gaya lelucon, banyolan yang dipadukan dengan gerak stilisasi. Yang unik dari tontonan ini adalah tidak adanya batas antara karakter dengan properti yang berlangsung pada adegan tertentu. Mereka pelaku, tapi pada adegan yang sama mereka adalah perahu yang sedang mengarungi samudera. Tapi pada saat itu pula mereka adalah juga penumpangnya.


8.    Dulmuluk


Dulmuluk adalah teater tradisional yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Nama dulmuluk diambil dari nama tokoh cerita yang terdapat dalam Hikayat Abdoel Moeloek. Teater tradisional Dulmuluk ini juga dikenal dengan sebutan Teater Indra Bangsawan. Tontonan Dulmuluk ini juga menggunakan sarana tari, nyanyi dan drama sebagai bentuk ungkapannya, dan musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tontonan, karena pemain juga menyanyikan dialog-dialognya.Humor dan banyolan sangat dominan dalam tontonan Dulmuluk, yang memadukan unsur-unsur tari, nyanyi dan drama ini.


9.     Randai



Teater Tradisional Randai yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat ini bertolak dari sastra lisan yang disebut kaba (yang artinya “cerita”). Kaba yang berbentuk gurindam dan pantun didendangkan dengan iringan saluang, rabab, bansi dan rebana. Tontonan berlangsung dalam pola melingkar berdasarkan gerak-gerak tari yang bertolak dari silat. Gerak-gerak silat ini disebut gelombang. Cerita-cerita yang digarap menjadi tontonan adalah cerita-cerita lisan berupa legenda dan dongeng yang cukup popular di tengah masyarakat. Randai adalah tontonan yang menggabungkan musik, nyanyian tari, drama dan seni bela-diri silat. Umumnya dipertontonkan dalam rangka upacara adat atau festival.



10.  Makyong


Teater tradisional makyong berasal dari pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya tontonan makyong berupa tarian dan nyanyian, tapi pada perkembangannya kemudian dimainkan cerita-cerita rakyat, legenda-legenda dan cerita-cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh para bangsawan dan para sultan, sehingga sering dipertontonkan di istana-istana. Tontonan Makyong diawali dengan upacara yang dipimpin oleh seorang panjak (pawang) agar semua yang terlibat dalam persembahan diberi keselamatan. Unsur humor, tari, nyanyi dan musik mendominasi tontonan. Tidak seperti tontonan teater tradisional yang lain, dimana umumnya dimainkan oleh laki-laki, pada tontonan Makyong yang mendominasi justru perempuan. Kalau pemain laki-laki muncul, mereka selalu memakai topeng, sementara pemain wanita tidak memakai topeng. Cerita lakon yang dimainkan berasal dari sastra lisan berupa dongeng dan legenda yang sudah dikenal oleh masyarakat.


11.  Mamanda

Teater Tradisional Mamanda berasal dari Banjarmasin,Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan Malaka ke Banjar Masin, yang ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun masyarakat Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat, Japin, tapi rombongan Bangsawan ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat. Pada perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang lagi menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama” berarti paman atau pakcik dan “nda” berarti “yang terhormat”. Mamanda berarti“Paman yang terhormat”. Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda sampai sekarang tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi artistiknya.

SUMBER :
https://www.dosenpendidikan.co.id/teater-tradisional-dan-modern/
https://seputarpengertian.blogspot.com/2016/02/pengertian-teater-tradisional.html
https://bondowoso-jawa.blogspot.com/2014/09/11-jenis-teater-tradisional-indonesia-nusantara.html



0 komentar:

Posting Komentar