Teater
Tradisional
https://www.kata.co.id/Seni/Contoh-Teater-Tradisional/2325 |
1. Pengertian
Teater Tradisional.
Sejarah teater tradisional
di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman tersebut, terdapat
tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk
mendukung upacara ritual. Dimana Teater tradisional adalah merupakan bagian
dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara
kehidupan masyarakat.
Penyebutan teater pada saat
itu sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu
bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara,
unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari
spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Proses terjadinya atau
munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah
dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater
tradisional itu berbeda- beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat,
sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.
Pengertian
/ Definisi Teater Tradisional
Teater tradisional atau yang juga dikenal
dengan istilah “Teater daerah” adalah merupakan suatu bentuk pertunjukan dimana
para pemainnya berasal dari daerah setempat dengan membawakan cerita yang
bersumber dari kisah-kisah yang sejak dulu telah berakar dan dirasakan sebagai
milik sendiri oleh setiap masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut,
misalnya mitos atau legenda dari daerah itu. Dalam teater tradisional, segala
sesuatunya disesuaikan dengan kondisi adat istiadat, diolah sesuai dengan keadaan
sosial masyarakat, serta struktur geografis masing-masing daerah. Teater
Tradisional mempunyai ciri-ciri yang spesifik kedaerahan dan menggambarkan
kebudayaan lingkungannya.
Ciri-Ciri Teater
Tradisional
Teater
tradisional tiap-tiap daerah memiliki keunikan yang berbeda-beda. Namun, secara
umum teater tradisional memiliki ciri-ciri yang bersifat sama (kecuali teater
transisi), yaitu :
1. Tidak
ada Naskah
Teater
tradisional biasanya tidak menggunakan naskah. Para pelaku hanya diberi garis
besar ceritanya (Wos). Mereka berbicara secara spontan mengikuti pembicaraan
pelaku lain. Oleh karena itu, pelaku dituntut bisa berimprovisasi. Jika tidak
bisa, jalannya pertunjukan akan tersendat-sendat.
2. Persiapan
Dilakukan Secara Sederhana
Pada
umumnya teater tradisional tidak memiliki perencanaan yang formal dan tidak ada
penjadwalan secara rinci. Persiapan, latihan, dan persiapan dilaksanakan secara
sederhana. Misalnya, persiapan dilakukan tanpa menggunakan naskah, pelaku hanya
diberi garis besar ceritanya. Sutradara tidak membuat perencanaan latihan
secara formal, latihan hanya dilakukan pada saat akan pentas. Pada saat
pelaksanaan, persiapan peralatan pun dilakukan secara sederhana. Dekorasi, tata
rias, tata busana, tata lampu, dan tata musik dipersiapkan secara sederhana
juga.
3. Ceritanya
Monoton
Cerita
teater tradisional biasanya monoton, tidak beragam dan tidak bervariasi seperti
bervariasinya kehidupan manusia. Biasanya cerita diambil dari cerita rakyat
daerah setempat, seperti dongeng, hikayat, atau cerita kepahlawanan (epos)
daerah setempat. Ini berbeda dengan teater modern yang ceritanya lebih
bervariasi. Teater modern bercerita tentang segala aspek kehidupan manusia,
seperti keagamaan, ekonomi, kemasyarakatan dan budaya.
4. Menyatu
dengan Masyarakat
Teater
tradisional bersifat fleksibel, artinya pertunjukan itu bisa dilaksanakan
dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa
menyatu dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena teater tradisonal tidak
memerlukan perlengkapan yang kompleks.
Jenis Teater Tradisional
Berikut ini terdapat beberapa jenis Teater
Tradisional, terdiri atas:
1. Teater
rakyat
Sifat
teater rakyat sama halnya seperti tradisional, yaitu improvisasi, sederhana,
spontan dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contohnya antara lain: Makyong dan
Mendu didaerah Riau dan Kalimantan Barat, Randai dan Bakaba di Sumatera Barat,
Ketoprak, Srandul, Jemblung di Jawa Tengah dan lain sebagainya.
2. Teater
Klasik
Sifat
teater ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita,
pelaku yang terlatih, gedung pertunjukkan yang memadai dan tidak lagi menyatu
dengan kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat
kerajaan. Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contohnya: wayang
kulit, wayang orang dan wayang golek. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya
tarik berkat kretatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan
lakon.
3. Tetaer
Transisi
Teater
transisi merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Jenis teater seperti komedi
istambul, sandiwara dardanela, srimulat dan sebagai contoh, pola ceritanya sama
dengan ludruk atau ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern.
Musik, dekor dan properti lain menggunakan tehnik barat.
Unsur-Unsur Teater Tradisional
Berikut
ini terdapat beberapa unsur-unsur teater tradisional, terdiri atas:
1.
Tema
Tema
adalah pikiran pokok yang mendasari kisah drama. Pikiran pokok tersebut di
kembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang seru dan menarik. Tema dapat di persempit menjadi topik
kemudian topik tersebut di kembangkan menjadi kisah dalam teater dengan
dialpg-dialognya. Sementara itu, judul dapat diambil dari isi ceritanya.
2.
Plot
Plot
adalah rangkaian peristiwa atau jalan kisah dalam drama. Plot terdiri atas
konflik yang berkembang secara bertahap, dari sederhana menjadi kompleks,
klimaks, sampai penyelesaian. Tahapan plot yaitu sebagai berikut:
·
Eksposisi
Perkenalan
tokoh melalui adegan-adegan dan dialog yang mengantarkan penonton pada keadaan
yang nyata.
·
Konflik
Pada
tahapan ini mulai ada kejadian atau peristiwa atau insiden yang melibatkan
tokoh dalam masalah.
·
Komplikasi
Insiden
yang terjadi mulai berkembang dan menimbulkan konflik semakin banyak, rumit dan
saling terkait tetapi belum tampak pemecahan masalahnya.
·
Klimaks
Berbagai
konflik telah sampai pada puncaknya atau puncak ketegangan bagi para penonton.
Disinilah konflik atau pertikaian antar tokoh semakin memanas.
·
Penyelesaian
Tahap
ini merupakan akhir penyelesaian konflik. Disini, penentuan ceritanya akan
berakhir menyenangkan, mengharukan, tragis, atau menimbulkan sebuah teka-teki
bagi para penonton.
3.
Penokohan
Penokohan dalam teater mencakup beberapa hal
di antaranya sebagai berikut:
·
Aspek Fsisikologis
Aspek
ini berkaitan dengan penamaan, pameran dan keadaan fisik tokoh. Keadaan fisik
antara lain tinggi, pendek, warna rambut, rambut panjang, gemuk, kurus atau
warna kulit.
·
Aspek Sosiologis
Aspek
ini berkaitan dengan keadaan sosial tokoh, yaitu interaksi atau peran sosial
tokoh dengan tokoh lain.
·
Aspek sosiologis
Aspek
ini berkaitan dengan karakter yaitu keseluruhan ciri-ciri jiwa atau kepribadian
seorang tokoh. Jenis karakter dalam sebuah pementasan teater antara lain
protagonis, antagonis, figuran serta tritagonis.
Penokohan/karakter pelaku utama adalah
pelukisan karakter/kepribadian pelaku utama. Penokohan erat hubungannya dengan
perwatakan. Penokohan berhubungan dengan nama pelaku, jenis kelamin, usia,
bentuk fisik, dan kejiwaannya. Perwatakan berhubungan dengan sifat pelaku.
Dalam teater penokohan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu:
1. Tokoh
protagonis, yaitu tokoh yang pertama kali mengambil prakarsa dalam cerita.
Tokohprotagonis adalah tokoh yang pertama mengalami benturan-benturan atau
masalah, memiliki sifatyang baik sehingga penonton biasanya berempati.
2.
Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang
tokoh protagonis atau tokoh yang menentang cerita. Tokoh antagonis biasanya
memiliki sifat jahat.
3.
Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah serta
pendamai dua pihak (tokoh protagonis dan tokohantagonis) dan penyelesaian
ketegangan.
4.
Dialog
Dialog adalah percakapan antar tokoh (yang
bersamaan dalam satu gerak atau adegan) untuk merangkai jalannya kisah. Dialog
harus mendukung karakter tokoh, mengarahkan plot dan mengungkap makna yang
tersirat.
5.
Bahasa
Bahasa merupakan bahan dasar naskah atau
skenario dalam wujud kata dan kalimat. Kata dan kalimat harus dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaan secara komunikatif dan efektif
6.
Ide
dan Pesan
Ide
dan pesan dalam pertunjukan harus bisa di tuliskan oleh penulis dan di
implementasikan di atas panggung oleh pemeran. Ide bisa di dapat dengan cara
merekayasa secara logis, sehingga selain dapat menghibur, pementasan teater
juga menampilkan pesan moral melalui nilai-nilai pendidikan.
7.
Setting
Setting
atau latar adalah keadaan tempat dan suasana terjadinya suatu adegan di
panggung. Setting ini bisa mencakup tata panggung dan tata lampu.
11 Jenis Teater Tradisional
Indonesia atau Nusantara
Lenong
Lenong
merupakan teater tradisional Betawi. Ada dua bentuk Lenong; Lenong Denes dan
Lenong Preman. Tontonan Lenong Denes (yang lakonnya tentang raja-raja dan
pangeran), sekarang sudah jarang kita jumpai, karena hampir tidak ada
penerusnya. Pertunjukan lenong Preman (yang lakonnya tentang rakyat jelata), seperti
yang kita kenal sekarang, pada mulanya, dimainkan semalam suntuk. Karena jaman
berkembang dan tuntutan keadaan, maka terjadi perubahan-perubahan. Bersamaan
dengan diresmikannya Pusat Kesenian Jakarta- Taman Ismail Marzuki, lenong yang
tadinya hanya dimainkan di kampung-kampung, oleh SM. Ardan, dibawa ke Taman
Ismail Marzuki, tapi waktu pertunjukannya diperpendek menjadi satu atau dua setengah
jam saja.Teater tradisional Betawi yang lain; Topeng Betawi, Topeng Blantek dan
Jipeng (Jinong).
·
Lenong menggunakan musik Gambang Kromong
·
Topeng Betawi menggunakan musik Tabuhan
Topeng Akar
·
Topeng Blantek menggunakan musik Tabuhan
Rebana Biang
·
Jipeng atau Jinong menggunakan musik
Tanjidor
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi.
Berdasarkan sejarahnya, Lenong mendapat pengaruh dari teater Bangsawan.
2.
Longser
Salah satu teater tradisional di Jawa Barat
disebut Longser. Ada yang berpendapat, bahwa kata Longser berasal dari kata Melong
(melihat) dan seredet (tergugah). Diartikan bahwa siapa yang melihat (menonton)
pertunjukan hatinya akan tergugah. Sebagaimana dengan tontonan teater
tradisional yang lain, tontonan Longser juga bersifat hiburan. Sederhana,
jenaka dan menghibur. Tontonan Longser bisa diselenggarakan di mana saja,
karena tanpa dekorasi yang rumit. Dan penonton bisa menyaksikannya dengan duduk
melingkar.
3.
Ketoprak
Teater Tradisional yang paling populeh di
Jawa Tengah adalah Ketoprak. Pada mulanya Ketoprak hanyalah permainan orang-orang
desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung di bulan Purnama, yang
disebut gejogan. Pada perkembangannya menjadi suatu bentuk tontonan teater
tradisional yang lengkap. Semula disebut ketoprak lesung, kemudian dengan dimasukkannya
musik gendang, terbang, suling, nyanyian dan lakon yang menggambarkan kehidupan
rakyat di pedesaan, maka lengkaplah Ketoprak sebagaimana yang kita kenal
sekarang, yang pertama kali dipentaskan sekitar tahun 1909.
4.
Ludruk
Ludruk merupakan teater tradisional Jawa
Timur yang bersifat kerakyatan. Asal-muasalnya dari Jombang. Menggunakan bahasa
Jawa dialek Jawa Timuran. Pada perkembangannya, Ludruk menyebar ke
daerah-daerah di sebelah barat, karesidenan Madiun, Kediri hingga ke Jawa Tengah.
Pada tontonan Ludruk, semua perwatakan dimainkan oleh laki-laki. Cerita yang
dilakonkan biasanya tentang sketsa kehidupan rakyat atau masyarakat, yang
dibumbui dengan perjuangan melawan penindasan. Unsur parikan di dalam Ludruk pengaruhnya
sangat besar. Misalnya, parikan yang dilantunkan oleh Cak Durasim di zaman
penjajahan Jepang, yang membuat Cak Durasim berurusan dengan kempetei Jepang.
Begini bunyi parikan itu:
“Pagupon
omahe doro melok Nipon tambah soro” Yang artinya, kira-kira begini: (Pagupon
rumahnya burung dara Ikut Nipon (Jepang) tambah sengsara).
5.
Arja
di Bali cukup banyak bentuk teater
tradisional. Di antara yang banyak itu, salah satunya adalah Arja. Arja juga
merupakan teater tradisional Bali yang bersifat kerakyatan. Penekanan pada nontonan
Arja adalah tarian dan nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh
laki-laki, tapi pada perkembangannya lebih banyak pemain wanita, karena
penekanannya pada tari. Arja umumnya mengambil lakon dari Gambuh, yaitu; yang bertolak
dari cerita Gambuh. Namun pada perkembangannya dimainkan juga lakon dari
Ramayana dan Mahabharata. Tokoh- tokoh yang muncul dalam Arja adalah Melung
(Inye, Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Raja Putri, Limbur atau
Prameswari, mantri dan lain sebagainya.
6.
Kemidi
Rudat
kebudayaan Melayu. Irama musiknya pun
bernuansa Melayu. Dengan instrumen musik rebana, tambur, biola dan gamelan. Bahkan
lakon-lakonnya pun bersumber dari cerita Melayu lama
dan
dialognya diucapkan dalam bahasa Melayu.
7.
Kondobuleng
Kondobuleng merupakan teater tradisional
yang berasal dari suku Bugis, Makassar. Kondobuleng berasal dari kata kondo
(bangau) dan buleng (putih). Kondobuleng berarti bangau putih. Tontonan Kondobuleng
ini mempunyai makna simbolis. Sebagaimana teater tradisional umumnya, tontonan
Kondobuleng juga dimainkan secara spontan. Ceritanya simbolik, tentang manusia
dan burung bangau. Dan dimainkan dengan gaya lelucon, banyolan yang dipadukan dengan
gerak stilisasi. Yang unik dari tontonan ini adalah tidak adanya batas antara
karakter dengan properti yang berlangsung pada adegan tertentu. Mereka pelaku,
tapi pada adegan yang sama mereka adalah perahu yang sedang mengarungi
samudera. Tapi pada saat itu pula mereka adalah juga penumpangnya.
8.
Dulmuluk
Dulmuluk adalah teater tradisional yang
berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Nama dulmuluk diambil dari nama tokoh
cerita yang terdapat dalam Hikayat Abdoel Moeloek. Teater tradisional Dulmuluk
ini juga dikenal dengan sebutan Teater Indra Bangsawan. Tontonan Dulmuluk ini
juga menggunakan sarana tari, nyanyi dan drama sebagai bentuk ungkapannya, dan
musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tontonan, karena pemain juga menyanyikan
dialog-dialognya.Humor dan banyolan sangat dominan dalam tontonan Dulmuluk,
yang memadukan unsur-unsur tari, nyanyi dan drama ini.
9.
Randai
Teater Tradisional Randai yang berasal dari
Minangkabau, Sumatera Barat ini bertolak dari sastra lisan yang disebut kaba (yang
artinya “cerita”). Kaba yang berbentuk gurindam dan pantun didendangkan dengan
iringan saluang, rabab, bansi dan rebana. Tontonan berlangsung dalam pola
melingkar berdasarkan gerak-gerak tari yang bertolak dari silat. Gerak-gerak
silat ini disebut gelombang. Cerita-cerita yang digarap menjadi tontonan adalah
cerita-cerita lisan berupa legenda dan dongeng yang cukup popular di tengah
masyarakat. Randai adalah tontonan yang menggabungkan musik, nyanyian tari,
drama dan seni bela-diri silat. Umumnya dipertontonkan dalam rangka upacara
adat atau festival.
10. Makyong
Teater tradisional makyong berasal dari
pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya tontonan makyong berupa
tarian dan nyanyian, tapi pada perkembangannya kemudian dimainkan cerita-cerita
rakyat, legenda-legenda dan cerita-cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh
para bangsawan dan para sultan, sehingga sering dipertontonkan di
istana-istana. Tontonan Makyong diawali dengan upacara yang dipimpin oleh
seorang panjak (pawang) agar semua yang terlibat dalam persembahan diberi
keselamatan. Unsur humor, tari, nyanyi dan musik mendominasi tontonan. Tidak
seperti tontonan teater tradisional yang lain, dimana umumnya dimainkan oleh
laki-laki, pada tontonan Makyong yang mendominasi justru perempuan. Kalau
pemain laki-laki muncul, mereka selalu memakai topeng, sementara pemain wanita
tidak memakai topeng. Cerita lakon yang dimainkan berasal dari sastra lisan
berupa dongeng dan legenda yang sudah dikenal oleh masyarakat.
11. Mamanda
Teater Tradisional Mamanda berasal dari
Banjarmasin,Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan Malaka
ke Banjar Masin, yang ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun
masyarakat Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat, Japin,
tapi rombongan Bangsawan ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat. Pada
perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang lagi
menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama” berarti
paman atau pakcik dan “nda” berarti “yang terhormat”. Mamanda berarti“Paman
yang terhormat”. Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda sampai sekarang
tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi
artistiknya.
SUMBER :
https://www.dosenpendidikan.co.id/teater-tradisional-dan-modern/
https://seputarpengertian.blogspot.com/2016/02/pengertian-teater-tradisional.html
https://bondowoso-jawa.blogspot.com/2014/09/11-jenis-teater-tradisional-indonesia-nusantara.html
0 komentar:
Posting Komentar